Senin, 02 Mei 2016

TOKOH PEMIMPIN BESAR DUNIA (NELSON MANDELA)


PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
SEJARAH PERJUANGAN NELSON MANDELA
Studi hukum dan ANC Youth League: 1943–1949
Saat belajar hukum di University of Witwatersrand, Mandela adalah satu-satunya orang pribumi Afrika di fakultas tersebut, dan meski menghadapi rasisme ia berteman dengan sejumlah mahasiswa Eropa, Yahudi, dan India liberal dan komunis, termasuk Joe Slovo, Harry Schwarz, dan Ruth First. Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin dipengaruhi Sisulu dan menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu di Orlando, termasuk teman lamanya Oliver Tambo. Tahun 1943, Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis Afrika yang sangat menentang front ras bersatu terhadap kolonialisme dan imperialisme atau aliansi dengan kaum komunis. Meski berteman dengan orang non-kulit hitam dan komunis, Mandela mendukung pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika kulit hitam harus terbebas sepenuhnya dalam perjuangan mendapatkan penentuan nasib sendiri secara politik. Merasa perlunya sayap pemuda untuk memobilisasi penduduk Afrika secara besar-besaran dalam penentangan penindasan mereka, Mandela ikut dalam delegasi yang memberitahu Presiden ANC Alfred Bitini Xuma soal rencana tersebut dirumahnya di Sophiatown; African National Congress Youth League (ANCYL) didirikan pada Minggu Paskah 1944 di Bantu Men's Social Centre di Eloff Street; Lembede menjadi Presiden dan Mandela menjadi anggota komite eksekutif. Bulan Juli 1947, Mandela melarikan Lembede ke rumah sakit, tempat ia meninggal dunia; Lembede digantikan sebagai presiden ANCYL oleh Peter Mda yang lebih moderat dan sepakat bekerja sama dengan kaum komunis dan non-kulit hitam. Mda menunjuk Mandela sebagai sekretaris ANCYL. Pada Desember 1947, Mandela tidak sependapat dengan pendekatan Mda untuk mendukung upaya pengusiran kaum komunis dari ANCYL, karena ideologi mereka dianggap tidak Afrikawi; upaya ini terbukti gagal. Tahun 1947, Mandela terpilih masuk komite eksekutif ANC Transvaal di bawah presiden regional C.S. Ramohanoe. Ketika Ramohanoe bertindak melawan keinginan Komite Eksekutif Transvaal dengan bekerja sama dengan orang India dan komunis, Mandela termasuk salah satu yang memaksanya mengundurkan diri.[60]
Pada pemilihan umum Afrika Selatan 1948 yang hanya boleh diikuti penduduk kulit putih, Partai Herenigde Nasionale yang didominasi Afrikaner pimpinan Daniel François Malan menang dan bergabung dengan Partai Afrikaner menjadi Partai Nasional. Karena rasialis secara terbuka, partai ini meresmikan dan memperluas segregasi ras melalui undang-undang apartheid yang baru.[61] Semakin meningkat pengaruhnya di ANC, Mandela dan kader-kadernya mulai menyerukan aksi langsung terhadap apartheid, seperti boikot dan mogok, yang dipengaruhi oleh taktik masyarakat India Afrika Selatan. Xuma tidak mendukung aksi ini dan didepak dari kursi presiden melalui pemungutan suara tidak percaya dan digantikan oleh James Moroka dan kabinet yang lebih militan yang terdiri dari Sisulu, Mda, Tambo, dan Godfrey Pitje; Mandela kelak berkata bahwa "Kami sekarang telah memandu ANC ke jalur yang lebih radikal dan revolusioner."[62] Karena meluangkan waktunya untuk politik, Mandela gagal pada tahun terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya akhirnya ditahan permanen pada Desember 1949.[63]
Mandela menggantikan Xuma sebagai Eksekutif Nasional ANC pada bulan Maret 1950.[64] Bulan itu, Defend Free Speech Convention diadakan di Johannesburg dan meminta para aktivis Afrika, India, dan komunis melakukan mogok massal anti-apartheid. Mandela menentang mogok tersebut karena tidak dipimpin ANC, tetapi mayoritas pekerja berkulit hitam terlibat, sehingga kepolisian terpaksa meningkatkan aksi kekerasan dan memperkenalkan Undang-Undang Pemberantasan Komunisme 1950 yang memengaruhi aksi semua kelompok pengunjuk rasa.[65] Pada tahun 1950, Mandela terpilih sebagai presiden nasional ANCYL; di konferensi nasional ANC Desember 1951, ia terus menentang front ras bersatu, sayangnya ia kalah jumlah suara.[66] Sejak itu, ia mengubah seluruh sudut pandangnya dan beralih ke pandangan tadi; dipengaruhi teman-temannya seperti Moses Kotane dan dukungan Uni Soviet terhadap perang pembebasan nasional. Ketidakpercayaan Mandela terhadap komunisme juga patah. Ia terpengaruh tulisan-tulisan Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Mao Zedong, dan menganut materialisme dialektik.[67] Pada April 1952, Mandela mulai bekerja di firma hukum H.M. Basner,[68] meski komitmen kerja dan aktivismenya yang meningkat berarti ia menghabiskan lebih sedikit waktunya untuk keluarga.[69]
Tahun 1952, ANC memulai persiapan Defiance Campaign gabungan terhadap apartheid dengan kelompok India dan komunis dan mendirikan National Voluntary Board untuk merekrut voluntir. Tentang jalur pemberontakan non-kekerasan yang dipengaruhi Mohandas Gandhi, beberapa pihak menganggapnya pilihan yang etis, tetapi Mandela menganggapnya pragmatis.[70] Di rapat umum Durban tanggal 22 Juni, Mandela menyampaikan pidato di hadapan 10.000 orang, memulai protes kampanye, yang karena itu ia ditangkap dan ditahan sementara di penjara Marshall Square.[71] Seiring berlanjutnya protes, keanggotaan ANC meledak dari 20.000 menjadi 100.000; pemerintah menanggapi dengan penangkapan massal dan memperkenalkan Undang-Undang Keselamatan Umum 1953 supaya bisa menerapkan darurat militer.[72] Bulan Mei, pihak berwenang melarang Presiden ANU Transvaal J. B. Marks tampil di hadapan publik; karena gagal mempertahankan posisinya, ia menyarankan agar Mandela menggantikannya. Meski kelompok ultra-Afrikanis Bafabegiya menentang pencalonannya, Mandela terpilih sebagai presiden regional pada bulan Oktober October.[73]




Tanggal 30 Juli 1952, Mandela ditangkap di bawah UU Pemberantasan Komunisme dan diadili sebagai bagian dari 21 orang terdakwa—termasuk Moroka, Sisulu, dan Dadoo—di Johannesburg. Dinyatakan bersalah karena "komunisme menurut undang-undang", hukuman kerja paksa mereka selama sembilan bulan diperpanjang menjadi dua tahun.[74] Bulan Desember, Mandela dijatuhkan larangan menghadiri pertemuan atau berbicara kepada lebih dari satu orang dalam satu waktu selama enam bulan, sehingga kepresidenan ANU Transvaal-nya menjadi tidak praktis. Defiance Campaign berangsur-angsur selesai.[75] Bulan September 1953, Andrew Kunene membacakan pidato "No Easy Walk to Freedom" Mandela di sebuah pertemuan ANC Transvaal; judulnya diambil dari kutipan pemimpin kemerdekaan India Jawaharlal Nehru, kelak memengaruhi pemikiran Mandela. Pidato ini menetapkan rencana cadangan seandainya ANC dibubarkan. Rencana Mandela (Mandela Plan) atau M-Plan ini terdiri dari pembelahan organisasi menjadi struktur sel dengan kepemimpinan yang lebih tersentralisasi.[76]
Mandela mendapatkan pekerjaan sebagai pengacara untuk firma Terblanche and Briggish sebelum pindah ke Helman and Michel yang liberal dan lulus tes kualifikasi untuk menjadi pengacara penuh.[77] Pada Agustus 1953, Mandela dan Oliver Tambo membuka firma hukumnya sendiri, Mandela and Tambo, yang beroperasi di pusat kota Johannesburg. Sebagai satu-satunya firma hukum milik orang Afrika di negara itu, firma ini populer di kalangan orang kulit hitam yang merasa dirugikan dan sering menangani kasus kebrutalan polisi. Karena tidak disukai pihak berwenang, firma ini dipaksa pindah ke lokasi terpencil setelah izin pendiriannya dicabut sesuai Group Areas Act; akibatnya, pengguna jasa mereka menyusut.[78] Walau putri kedua, Makaziwe Phumia, lahir pada Mei 1954, hubungan Mandela dengan Evelyn merenggang dan Evelyn menuduhnya selingkuh. Bukti-bukti muncul bahwa ia selingkuh dengan anggota ANC Lillian Ngoyi dan sekretaris Ruth Mompati; klaim kuat namun tanpa bukti menandakan Mompati memiliki anak dengan Mandela. Karena jijik akan kelakuan putranya, Nosekeni pulang ke Transkei, sedangkan Evelyn memeluk Saksi-Saksi Yehuwa dan menentang obsesi politik Mandela.[79]
Kongres Rakyat dan Pengadilan Pengkhianatan: 1955–1961
Mandela berpendapat bahwa ANC "tidak punya alternatif terhadap pemberontakan bersenjata dan keras" setelah terlibat dalam unjuk rasa yang gagal mencegah penggusuran kota pinggiran berpenduduk kulit hitam Sophiatown, Johannesburg, pada Februari 1955.[81] Ia menyarankan Sisulu agar meminta persenjataan dari Republik Rakyat Tiongkok, tetapi meski mendukung perjuangan anti-apartheid, pemerintah Cina percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang gerilya.[82] Dengan keterlibatan South African Indian Congress, Coloured People's Congress, South African Congress of Trade Unions dan Congress of Democrats, ANC berencana mengadakan Kongres Rakyat, meminta semua warga Afrika Selatan mengirimkan proposal untuk zaman pasca-apartheid. Berdasarkan tanggapan-tanggapan ini, Piagam Kebebasan dirancang oleh Rusty Bernstein yang isinya meminta pembentukan negara demokratis non-rasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi pada konferensi Juni 1955 di Kliptown yang dihadiri 3000 delegasi, polisi membubarkan acara, namun ini tetap menjadi bagian utama ideologi Mandela.[83]
Setelah akhir pelarangan kecua bulan September 1955, Mandela cuti kerja ke Transkei untuk membahas dampak Undang-Undang Otoritas Bantu 1951 bersama ketua-ketua suku setempat. Ia juga menjenguk ibunya dan Noengland sebelum melanjutkan perjalanan ke Cape Town.[84] Pada Maret 1956, ia dijatuhkan larangan tampil di hadapan publik untuk ketiga kalinya, melarangnya masuk Johannesburg selama lima tahun, tetapi sering ia langgar.[85] Pernikahannya berakhir setelah Evelyn meninggalkan Mandela, membawa anak-anak mereka ke rumah saudaranya. Saat memulai sidang cerai bulan Mei 1956, ia mengklaim Mandela menyiksanya secara fisik; ia menolak tuduhan-tuduhan tersebut dan berjuang mendapatkan hak asuh anak-anaknya. Evelyn menarik petisi perceraiannya pada November, namun Mandela meminta cerai pada Januari 1958; perceraian ini akhirnya diputuskan bulan Maret yang hasilnya anak-anak berada di bawah asuhan Evelyn.[86] Selama sidang cerai, Mandela mulai merayu dan melakukan politisasi terhadap seorang pekerja sosial, Winnie Madikizela, yang ia nikahi di Bizana tanggal 14 Juni 1958. Madikizela kelak terlibat dalam aktivitas ANC dan sempat dipenjara selama beberapa minggu.[87]
Pada tanggal 5 Desember 1956, Mandeal ditahan bersama sebagian besar eksekutif ANC karena "pengkhianatan tinggi" terhadap negara. Pada sidang di Penjara Johannesburg yang dipenuhi unjuk rasa massal, mereka menjalani pemeriksaan sementara di Drill Hall tanggal 19 Desember sebelum dibebaskan dengan jaminan.[88] Sidang sanggahan terdakwa dimulai tanggal 9 Januari 1957, melibatkan pengacara terdakwa Vernon Berrangé, dan berlanjut sampai ditangguhkan pada bulan September. Pada Januari 1958, hakim Oswald Pirow ditunjuk untuk menangani kasus ini, dan pada Februari ia memutuskan bahwa ada "bukti yang cukup" supaya para terdakwa diadili di Mahkamah Agung Transvaal.[89] Pengadilan Pengkhianatan resmi dimulai di Pretoria bulan Agustus 1958 dan para terdakwa berhasil meminta ketiga hakim—semuanya terlibat dengan Partai Nasional yang berkuasa—diganti. Pada Agustus, satu tuduhan dicabut, dan pada Oktober jaksa menarik dakwaannya dan mengirim rancangan baru pada November yang berpendapat bahwa pemimpin ANC melakukan pengkhianatan tinggi dengan menyerukan revolusi kekerasan, tuduhan yang ditolak mentah-mentah oleh terdakwa.[90]
Pada April 1959, para militan Afrikanis yang tidak puas dengan pendekatan front bersatu ANC mendirikan Pan-African Congress (PAC); teman Mandela Robert Sobukwe terpilih menjadi presiden, meski Mandela menganggap kelompok ini "tidak dewasa".[91] Kedua partai menyerukan kampanye anti-pas pada bulan Mei 1960, yaitu pembakaran pas yang wajib dibawa ke mana-mana oleh penduduk Afrika. Salah satu demonstrasi PAc dibubarkan polisi dan menewaskan 69 pengunjuk rasa dalam pembantaian Sharpeville. Sebagai bentuk solidaritas, Mandela membakar pasnya ketika kerusuhan pecah di seluruh Afrika Selatan, sehingga pemerintah memberlakukan darurat militer.[92] Di bawah kondisi Keadaan Darurat, Mandela dan sejumlah aktivis lain ditangkap pada tanggal 30 Maret, dipenjara tanpa tuduhan di penjara lokal Pretoria yang kotor, sementara ANC dan PAC dibubarkan pada bulan April.[93] Hal ini membuat para pengacaranya sulit menghubungi mereka dan disepakati bahwa tim terdakwa untuk Pengadilan Pengkhianatan harus mengundurkan diri sebagai bentuk protes. Mewakili mereka di pengadilan, para terdakwa dibebaskan dari penjara ketika keadaan darurat dicabut pada akhir Agustus.[94] Mandela memanfaatkan waktu luangnya untuk mengadakan All-In African Conference dekat Pietermaritzburg, Natal, pada bulan Maret yang dihadiri 1.400 delegasi anti-apartheid dan menyepakati protes mogok kerja untuk memperingati 31 Mei, hari ketika Afrika Selatan menjadi negara republik.[95] Tanggal 29 Maret 1961, setelah pengadilan berlangsung selama enam tahun, para hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah yang lantas mempermalukan pemerintah.[96]
Umkhonto we Sizwe dan tur Afrika: 1961–1962
Menyamar sebagai sopir, Mandela berkeliling Afrika Selatan secara rahasia dan menyusun struktur sel baru ANC dan mogok kerja massal pada 29 Mei. Dijuluki "Black Pimpernel" di media—mengutip novel Emma Orczy tahun 1905 The Scarlet Pimpernel—polisi mengeluarkan surat perintah penangkapannya.[97] Mandela mengadakan beberapa rapat rahasia dengan wartawan, dan setelah pemerintah gagal mencegah mogok tersebut, ia memperingatkan mereka bahwa banyak aktivis anti-apartheid yang beralih ke aksi kekerasan melalui kelompok-kelompok seperti Poqo PAC.[98] Ia yakin bahwa ANC harus membentuk kelompok bersenjata untuk menyalurkan aksi-aksi kekerasannya dan meyakinkan ketua ANC Albert Luthuli—yang secara moral menentang kekerasan—dan kelompok aktivis sekutu tentang perlunya hal tersebut.[99]
Terinspirasi oleh Gerakan 26 Juli Fidel Castro dalam Revolusi Kuba, pada tahun 1961 Mandela ikut mendirikan Umkhonto we Sizwe ("Tombak Bangsa", disingkat MK) bersama Sisulu dan komunis Joe Slovo. Ketika menjabat sebagai ketua grup militan ini, ia mendapatkan sejumlah ide dari literatur ilegal tentang perang gerilya karya Mao dan Che Guevara. Setelah terpisah secara resmi dari ANC, pada tahun-tahun berikutnya MK menjadi sayap bersenjata dari grup tersebut.[100] Kebanyakan anggota awal MK adalah komunis berkulit putih; setelah bersembunyi di flat Wolfie Kodesh di Berea, Mandela pindah ke Liliesleaf Farm milik komunis di Rivonia dan bergabung dengan Raymond Mhlaba, Slovo, dan Bernstein, yang sama-sama menyusun konstitusi MK.[101] Beroperasi dengan struktur sel, MK sepakat melakukan sabotase demi memberi tekanan besar terhadap pemerintah dengan korban kecil, mengebom instalasi militer, pembangkit listrik, kabel telepon, dan jalur transportasi pada malam hari ketika tidak ada warga sipil. Mandela mencatat bahwa jika taktik-taktik tersebut gagal, MK akan beralih ke "peperangan gerilya dan terorisme."[102] Sesaat setelah pemimpin ANC Luthuli mendapatkan Hadiah Perdamaian Nobel, MK mengumumkan keberadaan mereka ke publik dan rencana 57 pengeboman pada Hari Dingane (16 Desember) 1961, diikuti serangan-serangan lain pada Malam Tahun Baru.[103]
ANC setuju mengirim Mandela sebagai perwakilan mereka di pertemuan Pan-African Freedom Movement for East, Central and Southern Africa (PAFMECSA) Addis Ababa, Ethiopia, Februari 1962.[104] Bepergian secara rahasia, Mandela bertemu Kaisar Haile Selassie I dan berpidato setelah pidato Selassie di konferensi tersebut.[105] Pasca konferensi, ia mengunjungi Kairo, Mesir, menyukai reformasi politik Presiden Gamal Abdel Nasser, dan pergi ke Tunis, Tunisia, tempat Presiden Habib Bourguiba memberinya dana £5000 untuk persenjataan. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Maroko, Mali, Guinea, Sierra Leone, Liberia, dan Senegal, sambil menerima bantuan dana dari Presiden Liberia William Tubman dan Presiden Guinea Ahmed Sékou Touré.[106] Di London, Inggris, ia bertemu para aktivis anti-apartheid, wartawan, dan politikus kiri ternama.[107] Di Ethiopia, ia mengikuti kursus perang gerilya selama enam bulan, namun hanya sempat menyelesaikan dua bulan saja sebelum dipanggil pulang ke Afrika Selatan.[108]
Penahanan
Penangkapan dan pengadilan Rivonia: 1962–1964
Pada 5 Agustus 1962, polisi menangkap Mandela dan Cecil Williams dekat Howick.[109] Ditahan di penjara Marshall Square, Johannesburg, ia dituduh menghasut mogok buruh dan ke luar negeri tanpa izin. Mewakili dirinya sendiri ditemani Slovo sebagai penasihat hukum, Mandela hendak memanfaatkan pengadilan ini untuk menunjukkan "penentangan moral ANC terhadap rasisme" sementara para pendukungnya berdemo di luar pengadilan.[110] Setelah dipindahkan ke Pretoria, tempat yang bisa dijangkau Winnie, Mandela mulai mengambil studi korespondensi untuk mendapatkan gelar Bachelor of Laws (LLB) dari University of London dari dalam selnya.[111] Sidang dengar pendapatnya dimulai tanggal 15 Oktober, tetapi ia mengganggu jalannya sidang dengan mengenakan kaross tradisional, menolak memanggil saksi mata, dan mengganti permohonan keringanannya menjadi pidato politik. Dinyatakan bersalah, Mandela dihukum penjara lima tahun; ketika ia keluar dari ruang sidang, para pendukungnya menyanyikan Nkosi Sikelel iAfrika.[112]
Tanggal 11 Juli 1963, polisi menggeledah Lilielsleaf Farm, menahan semua orang di sana, dan menyita berkas-berkas aktivitas MK, beberapa di antaranya menyebut nama Mandela. Pengadilan Rivonia langsung diselenggarakan di Mahkamah Agung Pretoria pada tanggal 9 Oktober. Mandela dan rekan-rekannya dituduh empat kali melakukan sabotase dan konspirasi untuk menggulingkan pemerintah. Kepala jaksa penuntut Percy Yutar menuntut mereka dihukum mati.[114] Hakim Quartus de Wet menutup kasus jaksa dengan alasan bukti tidak cukup, tetapi Yutar menyusun ulang tuntutannya dan mengajukan kasus baru sejak Desember sampai Februari 1964 dengan melibatkan 173 saksi mata dan ribuan dokumen dan foto.[115]
Kecuali James Kantor, yang dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan, Mandela dan terdakwa lainnya mengaku melakukan sabotase namun menolak pernah sepakat melancarkan perang gerilya terhadap pemerintah. Mereka menegaskan tujuan politik mereka di pengadilan ini; salah satu pidato Mandela—terinspirasi pidato "History Will Absolve Me" oleh Castro—diliput besar-besaran oleh pers meski ada sensor dari pemerintah.[116] Pengadilan ini mendapat perhatian internasional; banyak pihak di seluruh dunia meminta pembebasan para terdakwa, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan World Peace Council. University of London Union menyerukan agar Mandela menjadi presiden dan misa malam untuknya diadakan di St. Paul's Cathedral, London.[117] Apa daya, karena dianggap penyerobot komunis, pemerintah Afrika Selatan mengabaikan tuntutan-tuntutan tersebut, dan pada 12 Juni 1964 de Wet menetapkan empat tuduhan kepada Mandela dan dua terdakwa dan menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, bukan hukuman mati.[118]
Pulau Robben: 1962–1982
Mandela dan terdakwa lainnya dipindahkan dari Pretoria ke penjara di Pulau Robben dan dikurung di sana sampai 18 tahun selanjutnya.[119] Terisolasi dari tahanan-tahanan non-politik di Section B, Mandela ditahan di sel beton lembap berukuran 8 feet (2.4 m) kali 7 feet (2.1 m) yang dilengkapi tikar jerami untuk tidur.[120] Selain sering ditindas secara verbal dan fisik oleh penjaga berkulit putih, para tahanan Pengadilan Rivonia menghabiskan waktu dengan memecah batu sampai akhirnya dipindahtugaskan ke tambang batu kapur pada Januari 1965. Mandela awalnya dilarang memakai kaca mata, sehingga sinar batu kapur tersebut merusak penglihatannya secara permanen.[121] Malamnya, ia belajar demi mendapatkan gelar LLB tetapi dilarang membaca surat kabar. Ia sempat beberapa kali ditahan di kurungan soliter akibat menyelundupkan kliping berita.[122] Dengan level tahanan terendah, Kelas D, Mandela hanya boleh dijenguk sekali dan mengirim sepucuk surat saja setiap enam bulan, walaupun semua surat yang keluar masuk disensor besar-besaran.[123]
Para tahanan politik bekerja dan mogok makan–cara terakhir dianggap tidak efektif oleh Mandela—demi memperbaiki kondisi penjara dan melihatnya sebagai dunia perjuangan anti-apartheid berukuran kecil.[124] Para tahanan ANC mengangkat Mandela sebagai anggota "High Organ" bersama Sisulu, Govan Mbeki, dan Raymond Mhlaba. Mandela juga terlibat dalam sebuah grup yang mewakili semua tahanan politik di pulau itu, Ulundi; dari situ ia membina hubungan dengan anggota PAC dan Yu Chi Chan Club.[125] Setelah merintis "University of Robben Island," tempat para tahanan berceramah tentang bidang yang dikuasainya, ia memperdebatkan topik-topik seperti homoseksualitas dan politik dengan teman-temannya sampai terlibat perdebatan panas soal politik dengan penganut Marxis seperti Mbeki dan Harry Gwala.[126] Meski rajin menghadiri misa Minggu, Mandela juga mempelajari Islam.[127] Ia juga belajar bahasa Afrikaans dengan harapan mampu membuat penjaga penjara mengerti dan mendukung perjuangannya.[128] Sejumlah pejabat menjenguk Mandela, termasuk perwakilan parlemen liberal Helen Suzman dari Partai Progresif yang melanjutkan perjuangan Mandela di luar penjara.[129] Pada September 1970, Mandela dijenguk AP Partai Buruh Britania Raya Dennis Healey.[130] Menteri Kehakiman Afrika Selatan Jimmy Kruger berkunjung bulan Desember 1974, namun Healey dan Mandela gagal menemuinya.[131] Ibu Mandela berkunjung tahun 1968 dan meninggal tidak lama kemudian. Putra pertama Mandela, Thembi, meninggal dunia akibat kecelakaan mobil setahun berikutnya; Mandela dilarang menghadiri pemakaman ibu maupun putranya.[132] Istrinya jarang menjenguk karena sering dipenjara akibat aktivitas politiknya, sementara putri-putrinya pertama menjenguk Mandela bulan Desember 1975; Winnie keluar penjara tahun 1977 namun dipaksa menetap di Brandfort, sehingga tidak bisa menjenguk ayahnya.[133]
Sejak 1967, kondisi penjara membaik, tahanan berkulit hitam diberikan celana panjang (sebelumnya celana pendek), permainan boleh diselenggarakan, dan kualitas makanan meningkat.[134] Pada 1969, rencana kabur untuk Mandela disusun oleh Gordon Bruce, namun dibatalkan setelah diketahui agen South African Bureau of State Security (BOSS) yang ingin melihat Mandela ditembak saat kabur.[135] Tahun 1970, Komandan Piet Badenhost mengambil alih kendali. Merasa penyiksaan fisik dan mental terhadap tahanan meningkat, Mandela menyampaikan keluhannya ke hakim-hakim yang berkunjung; Badenost akhirnya dipindahtugaskan.[136] Ia digantikan oleh Komandan Willie Willemse yang membina hubungan baik dengan Mandela dan mau memperbaiki standar penjara.[137] Pada 1975, Mandela menjadi tahanan Kelas A,[138] sehingga ia berhak mendapat jatah kunjungan dan surat yang lebih besar; ia menghubungi para aktivis anti-apartheid seperti Mangosuthu Buthelezi dan Desmond Tutu.[139] Tahun itu pula, ia mulai menulis otobiografi yang kemudian diselundupkan ke London, namun tidak diterbitkan; otoritas penjara menemukan beberapa lembar halaman dan hak belajar Mandela dihentikan selama empat tahun.[140] Ia lantas menghabiskan waktunya dengan berkebun dan membaca sampai melanjutkan studi LLB-nya tahun 1980.[141]
Pada akhir 1960-an, ketenaran Mandela dikalahkan oleh Steve Biko dan Black Consciousness Movement (BCM). Menganggap ANC tidak efektif, BCM menyerukan aksi militan, tetapi setelah pemberontakan Soweto tahun 1976 banyak aktivis BCM yang dipenjara di Pulau Robben.[142] Mandela mencoba membangun hubungan dengan radikal-radikal muda ini, meski kritis terhadap rasialisme dan ketidaksukaan mereka terhadap aktivis anti-apartheid berkulit putih.[143] Ketertarikan dunia internasional terhadap perjuangannya bermula bulan Juli 1978, bertepatan dengan ulang tahun Mandela ke-60.[144] Ia mendapatkan gelar doktoral kehormatan di Lesotho, Nehru Prize for International Understanding di India tahun 1970, dan Freedom of the City di Glasgow, Skotlandia, tahun 1980.[145] Pada Maret 1980, slogan "Free Mandela!" dicetuskan oleh jurnalis Percy Qoboza dan mengawali kampanye internasional yang memaksa Dewan Keamanan PBB menuntut pembebasannya.[146] Walaupun tekanan luar negeri sangat besar, pemerintah menolak dan bergantung pada sekutu Perang Dingin yang kuat seperti Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan Perdana Menteri Britania Raya Margaret Thatcher; Thatcher menganggap Mandela teroris komunis dan mendukung penekanan terhadap ANC.[147]
Penjara Pollsmoor: 1982–1988
Bulan April 1982, Mandela ditransfer ke Penjara Pollsmoor di Tokai, Cape Town bersama sejumlah pemimpin senior ANC Walter Sisulu, Andrew Mlangeni, Ahmed Kathrada, dan Raymond Mhlaba; mereka yakin sedang diisolasi demi menghapus pengaruh mereka terhadap aktivis-aktivis muda.[148] Kondisi di Pollsmoor lebih baik ketimbang Pulau Robben, tetapi Mandela merasa rindu camaraderie dan pemandangan pulau tersebut.[149] Berteman dengan kepala sipir Pollsmoor, Brigadir Munro, Mandela diizinkan membuat kebun atap,[150] serta membaca besar-besar dan mendapat jatah 52 surat setahun.[151] Ia ditunjuk sebagai pelindung gerakan multiras Front Demokratik Bersatu (UDF) yang didirikan untuk melawan reformasi pemerintahan Presiden Afrika Selatan P.W. Botha. Pemerintah Partai Nasional pimpinan Botha mengizinkan warga Kleurlinge dan India memilih perwakilannya sendiri yang kelak mengatur pendidikan, kesehatan, dan perumahan, namun orang Afrika kulit hitam dikecualikan dari sistem ini; layaknya Mandela, UDF memandang hal ini sebagai upaya memecah gerakan anti-apartheid di sektor ras.[152]
Kekerasan di seluruh negeri meningkat. Banyak orang mengkhawatirkan pecah perang saudara. Di bawah tekanan lobi internasional, bank-bank multinasional berhenti berinvestasi di Afrika Selatan, mengakibatkan stagnasi ekonomi. Beberapa bank dan Thatcher menuntut Botha membebaskan Mandela—pada puncak ketenaran internasionalnya—untuk meredam situasi yang tidak stabil ini.[153] Walaupun menganggap Mandela "Marxis besar" yang berbahaya,[154] pada Februari 1985 Botha menawarkan pembebasannya dari penjara dengan syarat ia "menolak kekerasan tanpa syarat sebagai senjata politik". Mandela menolaknya dan merilis pernyataan melalui putrinya, Zindzi, bahwa "Kebebasan apa yang sedang ditawarkan kepadaku jika organisasi rakyat [ANC] tetap dilarang? Hanya orang bebas yang dapat bernegosiasi. Seorang tahanan tidak boleh terlibat kesepakatan."[155]
Pada tahun 1985, Mandela menjalani operasi terhadap pembesaran kelenjar prostat sebelum ditempatkan di sel soliter baru di lantai bawah.[156] Ia bertemu "tujuh orang penting", yaitu delegasi internasional yang dikirimkan untuk menegosiasikan penyelesaian kasus, tetapi pemerintah Botha menolak kerja sama. Bulan Juni tahun itu, pemerintah menyatakan keadaan darurat dan mengizinkan polisi meredam kerusuhan tersebut. Pemberontak anti-apartheid melawan; ANC melakukan 231 serangan tahun 1836 dan 235 serangan tahun 1987. Dengan pasukan darat dan paramiliter sayap kanan untuk melawan pemberontak, pemerintah diam-diam mendanai gerakan nasionalis Zulu, Inkatha, untuk menyerang anggota-anggota ANC yang lantas memperparah tindak kekerasan.[157] Mandela meminta diskusi dengan Botha tapi ditolak, malah bertemu secara rahasia dengan Menteri Kehakiman Kobie Coetsee pada 1987, lalu bertemu lagi sebanyak 11 kali selama 3 tahun. Coetsee mengatur negosiasi antara Mandel dengan satu tim beranggotakan empat pejabat pemerintah sejak Mei 1988; tim sepakat membebaskan tahanan politik dan mengesahkan ANC dengan syarat mereka tidak boleh lagi melancarkan aksi kekerasan, memutus hubungan dengan Partai Komunis, dan tidak memaksakan kekuasaan mayoritas. Mandela menolak semuanya dan menegaskan bahwa ANC hanya akan mengakhiri pemberontakan bersenjata jika pemerintah menghentikan kekerasan.[158]
Ulang tahun Mandela ke-70 bulan Januari 1988 menarik perhatian internasional. BBC mengadakan konser musik Nelson Mandela 70th Birthday Tribute di Wembley Stadium, London.[159] Meskipun dijadikan tokoh heroik di seluruh dunia, ia menghadapi masalah pribadi ketika para pemimpin ANC memberitahunya bahwa Winnie menjadi ketua geng penjahat, "Mandela United Football Club", yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan lawan—termasuk anak-anak—di Soweto. Walau banyak orang memaksa Mandela menceraikannya, ia tetap setia sampai Winnie dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[160]
Penjara Victor Verster dan pembebasan: 1988–1990
Sepulihnya dari tuberkulosis yang disebabkan kondisi sel yang lembap,[161] pada Desember 1988 Mandela dipindahkan ke Penjara Victor Verster dekat Paarl. Di sini, ia tinggal di rumah sipir yang lebih nyaman dengan koki pribadi; Mandela memanfaatkannya untuk menyelesaikan studi LLB-nya.[162] Diizinkan banyak pengunjung, Mandela melakukan komunikasi rahasia dengan pemimpin ANC yang terasingkan, Oliver Tambo.[163] Tahun 1989, Botha menderita stroke, tetap menjadi presiden tetapi mundur sebagai ketua Partai Nasional dan digantikan oleh F. W. de Klerk yang konservatif.[164] Tanpa diduga, Botha mengundang Mandela minum teh pada Juli 1989; Mandela menyebutnya undangan yang hangat.[165] Botha digantikan sebagai presiden oleh de Klerk enam minggu kemudian; presiden baru ini percaya bahwa apartheid tidak berkelanjutan dan membebaskan semua tahanan ANC tanpa syarat kecuali Mandela.[166] Setelah runtuhnya Tembok Berlin bulan November 1989, de Klerk memanggil kabinetnya untuk membicarakan legalisasi ANC dan pembebasan Mandela. Meski beberapa anggota kabinet sangat menentang renccananya, de Klerk bertemu Mandela pada Desember untuk mendiskusikan situasi ini, sebuah pertemuan yang dianggap bersahabat oleh kedua orang tersebut, sebelum membebaskan Mandela tanpa syarat dan mengesahkan semua partai politik yang sebelumnya dibubarkan pada 2 Februari 1990.[167]
Setelah keluar dari Victor Verster pada 11 Februari, Mandela menggandeng tangan Winnie di hadapan kerumunan dan pers; acara ini disiarkan langsung di seluruh dunia.[168] Di Balai Kota Cape Town, ia menyampaikan pidato yang menyatakan komitmennya terhadap perdamaian dan rekonsiliasi dengan kaum minoritas kulit putih, tetapi menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata ANC belum berakhir dan akan terus berlanjut sebagai "aksi defensif murni terhadap kekejaman apartheid". Ia berharap pemerintah akan menyepakati negosiasi sehingga "pemberontakan bersenjata tidak diperlukan lagi" dan memaksa bahwa fokus utamanya adalah membawa perdamaian ke kalangan mayoritas kulit hitam dan memberi mereka hak suara di pemilu nasional dan lokal.[169] Ketika tinggal di rumah Desmond Tutu beberapa hari selanjutnya, Mandela bertemu teman-teman, aktivis, dan pers, dan berpidato di hadapan 100.000 orang di Soccer City, Johannesburg.[170]
Akhir apartheid
Negosiasi pertama: 1990–1991
Mandela melanjutkan tur Afrikanya, bertemu banyak pendukung dan politikus di Zambia, Zimbabwe, Namibia, Libya, dan Aljazair, kemudian ke Swedia untuk reuni dengan Tambo, lalu London, tempat ia tampil di konser Nelson Mandela: An International Tribute for a Free South Africa di Wembley Stadium.[171] Ketika mendorong negara-negara asing untuk mendukung sanksi terhadap pemerintah apartheid, di Perancis ia disambut Presiden François Mitterrand, di Kota Vatikan ia disambut Paus Yohanes Paulus II, dan di Inggris ia bertemu Margaret Thatcher. Di Amerika Serikat, ia bertemu Presiden George H.W. Bush, berpidato di Kongres, dan berkunjung ke delapan kota; ia populer di kalangan masyarakat Afrika-Amerika.[172] Di Kuba, ia bertemu Presiden Fidel Castro yang sudah lama digemarinya; keduanya bersahabat.[173] Di Asia ia bertemu Presiden R. Venkataraman di India, Presiden Suharto di Indonesia dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad di Malaysia, sebelum mengunjungi Australia dan Jepang. Ia justru tidak mengunjungi Uni Soviet, pendukung lama ANC.[174]
Pada Mei 1990, Mandela memimpin delegasi multirasial ANC dalam negosiasi pendahuluan dengan delegasi 11 pria Afrikaner pemerintah. Mandela membuat mereka terkesan dengan diskusinya seputar sejarah Afrikaner, dan negosiasi ini berujung pada Groot Schuur Minute, yaitu pemeirntah mencabut keadaan darurat. Bulan Agustus, Mandela—mengakui kekurangan militer ANC yang sangat besar—menawarkan gencatan senjata, Pretoria Minute, yang karena itulah ia dikritik habis-habisan oleh aktivis MK.[175] Ia menghabiskan banyak waktu untuk menyatukan dan membangun ANC, tampil di konferensi Johannesburg bulan Desember yang dihadiri 1.600 delegasi, kebanyakan menganggap Mandela lebih moderat daripada yang diharapkan.[176] Pada konferensi nasional ANC Juli 1991 di Durban, Mandela mengakui kekurangan-kekurangan partai ini mengumumkan rencananya untuk membangun "satuan tugas yang kuat dan kokoh" agar memperoleh kekuasaan mayoritas. Di konferensi tersebut, ia diangkat sebagai Presiden ANC, menggantikan Tambo yang sakit, dan eksekutif nasional multigender dan multiras dipilih bersama-sama.[177]
Mandela diberikan kantor di markas ANC yang baru dibeli di Shell House, Johannesburg pusat, dan pindah bersama Winnie ke rumahnya yang besar di Soweto.[178] Pernikahan mereka semakin renggang setelah ia tahu perselingkuhan Winnie dengan Dali Mpofu, tetapi ia mendukungnya saat Winnie diadili dengan tuduhan penculikan dan penyerangan. Ia mendapatkan dana untuk pembelaan Winnie dari International Defence and Aid dan pemimpin Libya Muammar Gaddafi, namun pada Juni 1991 Winnie dinyatakan bersalah dan dihukum penjara enam tahun, dikurangi menjadi dua di pengadilan banding. Tanggal 13 April 1992, Mandela mengumumkan perpisahannya dengan Winnie, sedangkan ANC memaksa Winnie mengundurkan diri dari eksekutif nasional karena menyalahgunakan dana ANC; Mandela pindah ke pinggiran Johannesburg yang didominasi kulit putih, Houghton.[179] Reputasi Mandela semakin hancur akibat peningkatan kekerasan "hitam-ke-hitam", terutama antara pendukung ANC dan Inkatha di KwaZulu-Natal yang menewaskan ribuan orang. Mandela bertemu pemimpin Inkatha Buthelezi, tetapi ANC mencegah perundingan lebih lanjut mengenai masalah ini. Mandela mengakui bahwa ada "pasukan ketiga" di dalam dinas intelijen negara yang mengompori "pembantaian rakyat" dan secara terbuka menyalahkan de Klerk—yang semakin tidak ia percayai—atas pembantaian Sebokeng.[180] Pada bulan September 1991, konferensi perdamaian nasional diadakan di Johannesburg. Mandela, Buthelezi, dan de Klerk menandatangani perjanjian damai, tetapi kekerasan tetap berlanjut.[181]
Diskusi CODESA: 1991–1992
Convention for a Democratic South Africa (CODESA) diselenggarakan bulan Desember 1991 di Johannesburg World Trade Center, dihadiri oleh 228 delegasi dari 19 partai politik. Meski Cyril Ramaphosa memimpin delegasi ANC, Mandela masih menjadi tokoh penting, dan setelah de Klerk menggunakan pidato penutupnya untuk mengutuk kekerasan ANC, ia naik panggung dan menyebut de Klerk "pemimpin rezim minoritas yang tidak sah dan terdiskreditkan". Karena didominasi Partai Nasional dan ANC, tidak banyak perundingan yang tercapai.[182] CODESA 2 diadakan bulan Mei 1992. De Klerk memaksa Afrika Selatan pasca-apartheid harus memakai sistem federal dengan rotasi presiden untuk menjamin keselamatan etnis minoritas; Mandela menolaknya dan menuntut sistem kesatuan yang dikuasai kaum mayoritas.[183] Setelah pembantaian Boipatong oleh militan Inkatha yang dibantu pemerintah terhadap aktivis-aktivis ANC, Mandela membatalkan negosiasi tersebut sebelum menghadiri pertemuan Organisation of African Unity di Senegal. Di sana ia meminta agar Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang istimewa dan pasukan penjaga perdamaian PBB diterjunkan di Afrika Selatan untuk mencegah "terorisme negara". PBB langsung mengirim utusan khusus Cyrus Vance ke negara ini untuk membantu proses negosiasi.[184] Menyerukan aksi massal dalam negeri, pada bulan Agustus ANC mengadakan mogok terbesar dalam sejarah Afrika Selatan dan para pendukungnya memadati jalanan Pretoria.[185]
Pasca pembantaian Bisho, yaitu penembakan oleh Ciskei Defence Force terhadap 28 pendukung ANC dan 1 tentara saat unjuk rasa, Mandela menyadari bahwa aksi massal berujung pada kekerasan lebih lanjut dan melanjutkan negosiasi pada bulan September. Ia menyetujuinya dengan syarat semua tahanan politik dibebaskan, senjata tradisional Zulu dilarang, dan hostel-hostel Zulu dipagari, dua syarat terakhir bertujuan mencegah serangan Inkatha selanjutnya; karena ditekan terus-menerus, de Klerk mau tidak mau setuju. Negosiasi ini menyepakati pemilu multiras akan diselenggarakan, yang kemudian membentuk pemerintahan koalisi persatuan nasional selama lima tahun dan majelis konstitusional yang memberi Partai Nasional pengaruh besar. ANC juga setuju melindungi pekerjaan para pegawai negeri kulit putih; konsesi semacam itu dikritik habis-habisan di dalam negeri.[186] Keduanya menyetujui konstitusi interim, menjamin pemisahan kekuasaan, mendirikan pengadilan konstitusi, dan undang-undang hak asasi manusia bergaya Amerika Serikat. Negosiasi ini juga membagi negara ini menjadi sembilan provinsi, masing-masing dengan pemimpin dan pelayanan sipilnya sendiri, kesepakatan di antara keinginan federalisme de Klerk dan pemerintah kesatuan Mandela.[187]
Proses demokratis ini terancam oleh Concerned South Africans Group (COSAG), aliansi partai-partai Afrikaner sayap kanan dan kelompok separatis kulit hitam seperti Inkatha; pada Juni 1993, kelompok supremasis kulit putih Afrikaner Weerstandsbeweging (AWB) menyerang Kempton Park World Trade Centre.[188] Pasca pembunuhan ketua ANC Chris Hani, Mandela berpidato untuk meredam kerusuhan, sesaat setelah muncul di pemakaman massal di Soweto mewakili Tambo yang meninggal akibat stroke.[189] Bulan Juli 1993, Mandela dan de Klerk sama-sama berkunjung ke Amerika Serikat, bertemu Presiden Bill Clinton secara terpisah dan masing-masing mendapatkan Liberty Medal.[190] Tidak lama kemudian, mereka sama-sama mendapatkan Hadiah Perdamaian Nobel di Norwegia.[191] Dipengaruhi ketua ANC yang muda, Thabo Mbeki, Mandela mulai bertemu tokoh-tokoh bisnis besar dan membungkam dukungannya untuk nasionalisasi, khawatir ia akan menakut-nakuti investor asing yang sangat diperlukan. Meski dikritisi anggota-anggota ANC yang sosialis, ia didorong memboyong perusahaan swasta oleh anggota partai Komunis Cina dan Vietnam di World Economic Forum Januari 1992 di Swiss.[192] Mandela juga tampil kameo sebagai guru sekolah yang membacakan salah satu pidato Malcolm X di adegan terakhir film Malcolm X (1992).[193]
Pemilihan umum: 1994
Dengan penetapan pemilu pada tanggal 27 April 1994, ANC mulai berkampanye, membuka 100 posko pemilu, dan mempekerjakan penasihat Stanley Greenberg. Greenberg merancang pondasi People's Forums di seluruh negeri, sehingga Mandela bisa tampil; meski merupakan pembicara publik yang buruk, Greenberg adalah tokoh terkenal dengan status tinggi di kalangan penduduk kulit hitam Afrika Selatan.[194] ANC mengampanyekan Reconstruction and Development Programme (RDP), yaitu program pembangunan satu juta rumah dalam lima tahun, penciptaan pendidikan gratis universal, dan perluasan akses air bersih dan listrik. Slogan partai ini adalah "a better life for all" (kehidupan yang lebih baik untuk semua), walaupun tidak dijelaskan dari mana pendanaannya.[195] Selain Weekly Mail dan New Nation, pers Afrika Selatan menentang pencalonan Mandela, mengkhawatirkan konflik etnis, dan mendukung Partai Nasional atau Partai Demokrat.[196] Mandela menghabiskan banyak waktu untuk menggalang dana untuk ANC, keliling Amerika Utara, Eropa, dan Asia untuk bertemu donatur-donatur kaya, termasuk mantan pendukung rezim apartheid.[197] Ia juga mengusulkan pengurangan batas usia memberi suara dari 18 tahun menjadi 14; setelah ditolak ANC, kebijakan ini menjadi bahan tertawaan.[198]
Khawatir bahwa COSAG akan mengacaukan pemilu, terutama pasca Pertempuran Bop dan Pembantaian Shell House—masing-masing kekerasan yang melibatkan AWB dan Inkatha—Mandela bertemu beberapa politikus dan jenderal Afrikaner, termasuk P.W. Botha, Pik Botha, dan Constand Viljoen, membujuk mereka untuk ikut sistem demokrasi, dan de Klerk meyakinkan Buthelezi dari Inkatha untuk ikut pemilu alih-alih melancarkan perang separatis.[199] Selaku ketua kedua partai besar tersebut, de Klerk dan Mandela tampil dalam acara debat televisi; meskipun de Kler dianggap luas sebagai pembicara terbaik di acara ini, tawaran Mandela untuk bersalaman mengejutkannya, sehingga banyak komentator menganggap Mandela-lah yang menang.[200] Pemilihan umum berlangsung dengan sedikit aksi kekerasan, termasuk bom mobil sel AWB yang menewaskan 20 orang. Mandela memberi suara di Ohlange High School di Durban, dan meski menjadi Presiden terpilih, ia mengaku secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan sabotase.[201] Dengan 62% suara nasional, ANC tinggal sedikit lagi mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi. ANC juga menang di 7 provinsi, sementara masing-masing Inkatha dan Partai Nasional 1 provinsi.[202]
Kepemimpinan di Afrika Selatan: 1994–1999
Pelantikan Mandela dilangsungkan di Pretoria pada tanggal 10 Mei 1994, disiarkan ke satu miliar penonton di seluruh dunia. Acara ini dihadiri 4.000 tamu, termasuk pemimpin dunia dari berbagai latar belakang.[203] Selain Presiden Afrika Selatan berkulit hitam pertama, Mandela juga menjadi kepala Pemerintah Persatuan Nasional yang didominasi ANC—yang justru tidak punya pengalaman di pemerintahan—tetapi juga melibatkan perwakilan Partai Nasional dan Inkatha. Sesuai perjanjian sebelumnya, de Klerk menjadi Wakil Presiden pertama, sedangkan Thabo Mbeki sebagai wakil pada masa jabatan kedua.[204] Meski Mbeki bukan pilihan pertamanya untuk jabatan ini, Mandela menjadi sangat bergantung padanya sepanjang masa pemerintahannya dan mengizinkan Mbeki menyusun rincian kebijakan.[205] Setelah pindah ke kantor presiden di Tuynhuys di Cape Town, Mandela mengizinkan de Klerk tetap di kediaman kepresidenan di puri Groote Schuur, bukan di puri Westbrooke yang berganti nama menjadi "Genadendal" yang berarti "Lembah Pertolongan" dalam bahasa Afrikaans.[206] Selain mempertahankan rumahnya di Houghton, ia juga membangun rumah di kampung halamannya, Qunu. Ia sering berkunjung ke Qunu, jalan-jalan di sana, bertemu warga setempat, dan memutuskan sengketa suku.[207]
Pada usia 76 tahun, ia menghadapi berbagai penyakit, dan walaupun memiliki cukup tenaga, ia merasa terisolasi dan ditinggal sendirian.[208] Ia sering menghibur selebritis, seperti Michael Jackson, Whoopi Goldberg, dan Spice Girls. Ia juga berteman dengan sejumlah pebisnis kaya seperti Harry Oppenheimer dari Anglo-American, dan ratu Britania Raya Elizabeth II dalam kunjungan kenegaraannya ke Afrika Selatan bulan Maret 1995, sehingga Mandela dihujani kritik dari penganut anti-kapitalis di ANC.[209] Meski orang-orang sekitarnya hidup berkecukupan, Mandela hidup sederhana dan menyumbangkan sepertiga gaji tahunannya sebesar 552.000 rand ke Nelson Mandela Children's Fund yang ia dirikan tahun 1995.[210] Walaupun berbicara lantang mendukung kebebasan pers dan berteman dengan banyak jurnalis, Mandela kritis terhadap sebagian besar media di negaranya karena dimiliki dan dioperasikan penduduk kulit putih kelas menengah dan yakin mereka terlalu fokus menakut-nakuti penonton dengan berita kejahatan.[211] Setelah duduk di kursi presiden, Mandela ganti baju beberapa kali sehari dan salah satu merek dagang Mandela adalah kemeja batiknya yang dikenal sebagai "kemeja Madiba". Ia selalu memakainya bahkan dalam suasana formal.[212]
Bulan Desember 1994, otobiografi Mandela, Long Walk to Freedom, akhirnya diterbitkan.[213] Pada akhir 1994, ia menghadiri konferensi ANC ke-49 di Bloemfontein. Di sana Eksekutif Nasional yang lebih militan dipilih, termasuk di antaranya Winnie Mandela; meski Winnie tertarik rujuk, Nelson memulai proses perceraian pada Agustus 1995.[214] Tahun 1995, ia menjalin hubungan dengan Graça Machel, aktivis politik Mozambik yang 27 lebih muda dan merupakan janda mantan presiden Samora Machel. Mereka pertama bertemu bulan Juli 1990 ketika Machel masih berduka, namun persahabatan mereka berkembang menjadi pasangan kekasih. Machel sering menemani Mandela dalam kunjungannya ke luar negeri. Ia menolak lamaran pernikahan pertama Mandela karena ingin lebih bebas dan bisa membagi waktunya antara Mozambik dan Johannesburg.[215]
Rekonsiliasi nasional
Memimpin transisi dari kekuasaan minoritas apartheid ke demokrasi multikultural, Mandela melihat rekonsiliasi nasional sebagai tugas utama pemerintahannya.[216] Setelah melihat negara-negara Afrika pasca-kolonial hancur akibat ditinggalkan elit kulit putih, Mandela berusaha menjamin populasi kulit putih Afrika Selatan bahwa mereka dilindungi dan diwakili di "Bangsa Pelangi" ini.[217] Mandela berupaya menciptakan koalisi seluas mungkin di kabinetnya. De Klerk menjadi Wakil Presiden pertama, sedangkan pejabat-pejabat Partai Nasional lainnya menjadi menteri Pertanian, Energi, Lingkungan, dan Mineral dan Energi, dan Buthelezi menjadi Menteri Dalam Negeri.[218] Jabatan kabinet yang lain diduduki anggota ANC, kebanyakan di antaranya—seperti Joe Modise, Alfred Nzo, Joe Slovo, Mac Maharaj, dan Dullah Omar—adalah teman seperjuangan, meski yang lainnya seperti Tito Mboweni dan Jeff Radebe justru jauh lebih muda.[219] Hubungan Mandela dengan de Klerk renggang; Mandela menduga de Klerk sengaja provokatif, sementara de Klerk merasa ia sengaja dipermalukan oleh presiden. Pada Januari 1995, Mandela mengkritik habis-habisan de Klerk karena memberikan amnesti kepada 3.500 polisi tepat sebelum pemilu, dan kemudian mengkritiknya karena melindungi mantan Menteri Pertahanan Magnus Malan yang dituduh melakukan pembunuhan.[220]
Mandela secara pribadi bertemu tokoh-tokoh senior rezim apartheid, termasuk janda Hendrik Verwoerd Betsie Schoombie dan pengacara Percy Yutar; menekankan pemberian maaf dan rekonsiliasi pribadinya, ia mengumumkan bahwa "orang-orang berani tidak takut memberi maaf demi perdamaian."[221] Ia mendorong penduduk kulit hitam Afrika Selatan mendukung tim nasional rugbi yang sebelumnya dibenci, Springboks, saat Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugbi 1995. Setelah Springboks memenangkan final melawan Selandia Baru, Mandela mempersembahkan trofinya ke kapten Francois Pienaar, seorang Afrikaner, sambil mengenakan baju Sprinboks dengan nomor 6 miliki Pienaar di belakangnya. Hal ini dipandang luas sebagai loncatan besar rekonsiliasi penduduk kulit putih dan hitam Afrika Selatan; seperti yang dikatakan de Klerk, "Mandela memenangkan hati jutaan penggemar rugbi berkulit putih."[222] Upaya rekonsiliasi Mandela meredam rasa takut masyarakat kulit putih, namun juga mendapat kritik dari kaum militan kulit hitam. Mantan istrinya, Winnie, menuduh ANC lebih tertarik memuaskan orang kulit putih ketimbang membantu orang kulit hitam.[223]
Kontroversialnya lagi, Mandela terlibat dalam pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelidiki kejahatan-kejahatan era apartheid oleh pemerintah dan ANC dan menunjuk Desmond Tutu sebagai ketuanya. Untuk mencegah munculnya martir, Komisi ini memberikan amnesti individu dengan imbalan kesaksian kejahatan yang dilakukan selama era apartheid. Didirikan bulan Februari 1996, Komisi ini mengadakan dengar pendapat selama dua tahun yang merincikan kasus pemerkosaan, penyiksaan, pengeboman, dan pembunuhan, sebelum menerbitkan laporan terakhirnya pada Oktober 1998. Baik de Klerk dan Mbeki menuntut sebagian laporan tersebut dihapus, tetapi hanya tuntutan de Klerk yang dipenuhi.[224] Mandela memuji kerja Komisi sambil menyatakan mereka "telah membantu kita beralih dari masa lalu untuk berkonsentrasi pada masa kini dan masa depan".[225]
Program dalam negeri
Pemerintahan Mandela mewarisi negara dengan kesenjangan kekayaan dan jasa yang sangat besar di kalangan masyarakat kulit putih dan hitam. Dengan populasi 40 juta orang, kurang lebih 23 juta di antaranya tidak terhubung dengan listrik atau sanitasi memadai, 12 juta orang tidak punya suplai air bersih, dan 2 juta anak tidak bersekolah dan sepertiga penduduknya buta huruf. 33% rakyat menganggur dan nyaris separuh populasi hidup di bawah garis kemiskinan.[226] Cadangan keuangan pemerintah hampir habis dan seperlima anggaran nasional dihabiskan untuk bayar utang, artinya cakupan Program Rekonstruksi dan Pembangunan (RDP) yang dijanjikan harus disusutkan dan tidak ada nasionalisasi atau penciptaan lapangan kerja.[227] Pemerintah malahan mengadopsi kebijakan ekonomi liberal untuk mempromosikan investasi asing, mengikuti "konsensus Washington" yang dikeluarkan Bank Dunia dan International Monetary Fund.[228]
Di bawah pemerintahan Mandela, anggaran kesejahteraan naik 13% tahun 1996/97, 13% tahun 1997/98, dan 7% tahun 1998/99.[229] Pemerintah memperkenalkan kesetaraan bantuan untuk masyarakat, termasuk bantuan orang cacat, bantuan perawatan anak, serta dana pensiun lansia, yang sebelumnya diberi tingkatan-tingkatan untuk berbagai kelompok ras Afrika Selatan.[229] Tahun 1994, layanan kesehatan gratis diberikan untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun dan ibu hamil, suatu peraturan yang cakupannya diperluas sampai semua pengguna layanan kesehatan sektor publik tingkat dasar pada tahun 1996.[230] Pada pemilu 1999, ANC mengatakan bahwa karena kebijakan mereka, 3 juta orang terhubung ke telepon, 1,5 juta anak mengenyam pendidikan, 500 klinik diperbarui atau dibangun, 2 juta orang terhubung ke listrik, akses air bersih diperluas samapai 3 juta orang, dan 750.000 rumah dibangun dengan total penghuni nyaris 3 juta orang.[231]
Undang-Undang Pengembalian Lahan 1994 memungkinkan masyarakat yang kehilangan propertinya akibat Undang-Undang Tanah Prbumi 1913 mengklaim balik tanah mereka. Puluhan ribu orang berhasil menyelesaikan klaim tanah mereka.[232] UU Reformasi Lahan 3 tahun 1996 melindungi hak-hak penyewa pekerja yang tinggal dan menanam hasil bumi atau beternak di peternakan. Undang-undang ini menjamin penyewa tidak dapat diusir tanpa perintah pengadilan atau usianya melebihi 65 tahun.[233] UU Pengembangan Kemampuan 1998 menetapkan serangkaian mekanisme untuk mendanai dan mempromosikan pengembangan kemampuan di tempat kerja.[234] UU Hubungan Tenaga Kerja 1995 mempromosikan demokrasi di tempat kerja, perundingan bersama secara tertib, serta penyelesaian efektif sengketa tenaga kerja.[235] UU Persyaratan Dasar Pekerjaan 1997 memperbaiki mekanisme kerja serta memperluas "cakupan" hak ke semua pekerja,[235] sedangkan UU Kesetaraan Pekerjaan 1998 disahkan untuk mengakhiri diskriminasi tidak adil dan menjamin implementasi tindakan yang disetujui di tempat kerja.[235]
Sayangnya banyak masalah di dalam negeri. Sejumlah kritikus seperti Edwin Cameron menuduh pemerintah Mandela berbuat sedikit untuk meredam wabah HIV/AIDS di negara itu; tahun 1999, 10% penduduk Afrika Selatan dinyatakan positif mengidap HIV. Mandela kelak mengakui bahwa ia secara pribadi mengabaikan masalah ini dan menyutuh Mbeki menanganinya.[236] Mandela juga mendapat kritik karena gagal memberantas kejahatan, karena itu pula Afrika Selatan memiliki salah satu tingkat kejahatan tertinggi di dunia; ini juga alasan utama yang dikatakan 750.000 orang kulit putih yang beremigrasi pada akhir 1990-an.[237] Pemerintahan Mandela dibanjiri skandal korupsi dan Mandela sendiri dianggap "lembek" terhadap korupsi dan kerakusan.
KESIMPULAN
Dari sejarah diatas kita bisa melihat bahwa Nelson Mandela merupakan pempimpin. Beliau memiliki tujuan untuk menghapuskan apartheid.Dalam mencapai tujuannya beliau juga meyakinkan orang lain seperti wartawan, buruh, dan pejabat untuk mendukung aksinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

WELCOME FELLAS Template by Ipietoon Cute Blog Design