PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai
subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian
mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun
mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun
spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga
menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan
di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
SEJARAH PERJUANGAN NELSON MANDELA
Studi hukum dan ANC Youth League: 1943–1949
Saat
belajar hukum di University of Witwatersrand,
Mandela adalah satu-satunya orang pribumi Afrika di fakultas tersebut, dan
meski menghadapi rasisme ia berteman dengan sejumlah mahasiswa Eropa, Yahudi,
dan India liberal dan komunis, termasuk Joe Slovo, Harry Schwarz,
dan Ruth First.
Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin dipengaruhi Sisulu dan
menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu di Orlando,
termasuk teman lamanya Oliver Tambo. Tahun
1943, Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis Afrika
yang sangat menentang front ras bersatu terhadap kolonialisme dan imperialisme
atau aliansi dengan kaum komunis. Meski berteman dengan orang non-kulit hitam
dan komunis, Mandela mendukung pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika
kulit hitam harus terbebas sepenuhnya dalam perjuangan mendapatkan penentuan
nasib sendiri secara politik. Merasa perlunya sayap pemuda untuk memobilisasi
penduduk Afrika secara besar-besaran dalam penentangan penindasan mereka,
Mandela ikut dalam delegasi yang memberitahu Presiden ANC Alfred Bitini Xuma soal
rencana tersebut dirumahnya di Sophiatown;
African National Congress Youth League (ANCYL) didirikan pada
Minggu Paskah 1944 di Bantu Men's Social Centre di Eloff Street; Lembede menjadi
Presiden dan Mandela menjadi anggota komite eksekutif. Bulan Juli 1947, Mandela
melarikan Lembede ke rumah sakit, tempat ia meninggal dunia; Lembede digantikan
sebagai presiden ANCYL oleh Peter Mda yang lebih moderat dan sepakat bekerja
sama dengan kaum komunis dan non-kulit hitam. Mda menunjuk Mandela sebagai
sekretaris ANCYL. Pada Desember 1947, Mandela tidak sependapat dengan
pendekatan Mda untuk mendukung upaya pengusiran kaum komunis dari ANCYL, karena
ideologi mereka dianggap tidak Afrikawi; upaya ini terbukti gagal. Tahun 1947,
Mandela terpilih masuk komite eksekutif ANC Transvaal di bawah presiden regional
C.S. Ramohanoe. Ketika Ramohanoe bertindak melawan keinginan Komite Eksekutif
Transvaal dengan bekerja sama dengan orang India dan komunis, Mandela termasuk
salah satu yang memaksanya mengundurkan diri.[60]
Pada
pemilihan umum Afrika Selatan
1948 yang hanya boleh diikuti penduduk kulit putih, Partai Herenigde Nasionale yang didominasi Afrikaner pimpinan Daniel François Malan
menang dan bergabung dengan Partai Afrikaner
menjadi Partai Nasional.
Karena rasialis secara terbuka, partai ini meresmikan dan memperluas
segregasi ras melalui undang-undang apartheid yang baru.[61] Semakin meningkat pengaruhnya di ANC, Mandela dan
kader-kadernya mulai menyerukan aksi langsung terhadap apartheid, seperti
boikot dan mogok, yang dipengaruhi oleh taktik masyarakat India Afrika Selatan.
Xuma tidak mendukung aksi ini dan didepak dari kursi presiden melalui
pemungutan suara tidak percaya dan digantikan oleh James Moroka dan kabinet yang lebih militan yang terdiri dari
Sisulu, Mda, Tambo, dan Godfrey Pitje; Mandela kelak berkata bahwa "Kami
sekarang telah memandu ANC ke jalur yang lebih radikal dan revolusioner."[62] Karena meluangkan waktunya untuk politik, Mandela gagal
pada tahun terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya akhirnya
ditahan permanen pada Desember 1949.[63]
Mandela
menggantikan Xuma sebagai Eksekutif Nasional ANC pada bulan Maret 1950.[64] Bulan itu, Defend Free Speech Convention diadakan di
Johannesburg dan meminta para aktivis Afrika, India, dan komunis melakukan
mogok massal anti-apartheid. Mandela menentang mogok tersebut karena tidak
dipimpin ANC, tetapi mayoritas pekerja berkulit hitam terlibat, sehingga
kepolisian terpaksa meningkatkan aksi kekerasan dan memperkenalkan Undang-Undang Pemberantasan Komunisme 1950 yang memengaruhi
aksi semua kelompok pengunjuk rasa.[65] Pada tahun 1950, Mandela terpilih sebagai presiden
nasional ANCYL; di konferensi nasional ANC Desember 1951, ia terus menentang
front ras bersatu, sayangnya ia kalah jumlah suara.[66] Sejak itu, ia mengubah seluruh sudut pandangnya dan
beralih ke pandangan tadi; dipengaruhi teman-temannya seperti Moses Kotane dan dukungan Uni Soviet terhadap perang pembebasan nasional. Ketidakpercayaan Mandela terhadap
komunisme juga patah. Ia terpengaruh tulisan-tulisan Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Mao Zedong, dan menganut materialisme dialektik.[67] Pada April 1952, Mandela mulai bekerja di firma hukum
H.M. Basner,[68] meski komitmen kerja dan aktivismenya yang meningkat
berarti ia menghabiskan lebih sedikit waktunya untuk keluarga.[69]
Tahun
1952, ANC memulai persiapan Defiance Campaign gabungan terhadap apartheid dengan kelompok India
dan komunis dan mendirikan National Voluntary Board untuk merekrut voluntir.
Tentang jalur pemberontakan non-kekerasan yang dipengaruhi Mohandas Gandhi,
beberapa pihak menganggapnya pilihan yang etis, tetapi Mandela menganggapnya
pragmatis.[70] Di rapat umum Durban tanggal 22 Juni, Mandela menyampaikan pidato di hadapan
10.000 orang, memulai protes kampanye, yang karena itu ia ditangkap dan ditahan
sementara di penjara Marshall Square.[71] Seiring berlanjutnya protes, keanggotaan ANC meledak dari
20.000 menjadi 100.000; pemerintah menanggapi dengan penangkapan massal dan
memperkenalkan Undang-Undang Keselamatan Umum 1953 supaya bisa menerapkan darurat militer.[72] Bulan Mei, pihak berwenang melarang Presiden ANU
Transvaal J. B. Marks tampil di hadapan publik;
karena gagal mempertahankan posisinya, ia menyarankan agar Mandela
menggantikannya. Meski kelompok ultra-Afrikanis Bafabegiya menentang
pencalonannya, Mandela terpilih sebagai presiden regional pada bulan Oktober
October.[73]
Tanggal
30 Juli 1952, Mandela ditangkap di bawah UU Pemberantasan Komunisme dan diadili
sebagai bagian dari 21 orang terdakwa—termasuk Moroka, Sisulu, dan Dadoo—di
Johannesburg. Dinyatakan bersalah karena "komunisme menurut
undang-undang", hukuman kerja paksa mereka selama sembilan bulan
diperpanjang menjadi dua tahun.[74] Bulan Desember, Mandela dijatuhkan larangan menghadiri
pertemuan atau berbicara kepada lebih dari satu orang dalam satu waktu selama
enam bulan, sehingga kepresidenan ANU Transvaal-nya menjadi tidak praktis.
Defiance Campaign berangsur-angsur selesai.[75] Bulan September 1953, Andrew Kunene membacakan pidato
"No Easy Walk to Freedom" Mandela di sebuah pertemuan ANC Transvaal;
judulnya diambil dari kutipan pemimpin kemerdekaan India Jawaharlal Nehru, kelak memengaruhi pemikiran Mandela. Pidato
ini menetapkan rencana cadangan seandainya ANC dibubarkan. Rencana Mandela (Mandela Plan) atau M-Plan ini terdiri
dari pembelahan organisasi menjadi struktur sel
dengan kepemimpinan yang lebih tersentralisasi.[76]
Mandela
mendapatkan pekerjaan sebagai pengacara untuk firma Terblanche and Briggish
sebelum pindah ke Helman and Michel yang liberal dan lulus tes kualifikasi
untuk menjadi pengacara penuh.[77] Pada Agustus 1953, Mandela dan Oliver Tambo membuka firma
hukumnya sendiri, Mandela and
Tambo, yang beroperasi di pusat kota Johannesburg. Sebagai
satu-satunya firma hukum milik orang Afrika di negara itu, firma ini populer di
kalangan orang kulit hitam yang merasa dirugikan dan sering menangani kasus
kebrutalan polisi. Karena tidak disukai pihak berwenang, firma ini dipaksa
pindah ke lokasi terpencil setelah izin pendiriannya dicabut sesuai Group Areas Act;
akibatnya, pengguna jasa mereka menyusut.[78] Walau putri kedua, Makaziwe Phumia, lahir pada Mei 1954,
hubungan Mandela dengan Evelyn merenggang dan Evelyn menuduhnya selingkuh.
Bukti-bukti muncul bahwa ia selingkuh dengan anggota ANC Lillian Ngoyi dan sekretaris Ruth Mompati; klaim kuat namun
tanpa bukti menandakan Mompati memiliki anak dengan Mandela. Karena jijik akan
kelakuan putranya, Nosekeni pulang ke Transkei, sedangkan Evelyn memeluk Saksi-Saksi Yehuwa dan
menentang obsesi politik Mandela.[79]
Kongres Rakyat dan Pengadilan Pengkhianatan:
1955–1961
Mandela
berpendapat bahwa ANC "tidak punya alternatif terhadap pemberontakan
bersenjata dan keras" setelah terlibat dalam unjuk rasa yang gagal
mencegah penggusuran kota pinggiran berpenduduk kulit hitam Sophiatown,
Johannesburg, pada Februari 1955.[81] Ia menyarankan Sisulu agar meminta persenjataan dari
Republik Rakyat Tiongkok, tetapi meski mendukung perjuangan anti-apartheid,
pemerintah Cina percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang gerilya.[82] Dengan keterlibatan South African Indian Congress, Coloured People's Congress,
South African Congress of Trade Unions dan Congress of Democrats, ANC berencana mengadakan Kongres Rakyat, meminta
semua warga Afrika Selatan mengirimkan proposal untuk zaman pasca-apartheid.
Berdasarkan tanggapan-tanggapan ini, Piagam Kebebasan dirancang oleh Rusty Bernstein
yang isinya meminta pembentukan negara demokratis non-rasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi pada
konferensi Juni 1955 di Kliptown yang dihadiri 3000 delegasi,
polisi membubarkan acara, namun ini tetap menjadi bagian utama ideologi
Mandela.[83]
Setelah
akhir pelarangan kecua bulan September 1955, Mandela cuti kerja ke Transkei
untuk membahas dampak Undang-Undang Otoritas Bantu 1951 bersama ketua-ketua suku
setempat. Ia juga menjenguk ibunya dan Noengland sebelum melanjutkan perjalanan
ke Cape Town.[84] Pada Maret 1956, ia dijatuhkan larangan tampil di hadapan
publik untuk ketiga kalinya, melarangnya masuk Johannesburg selama lima tahun,
tetapi sering ia langgar.[85] Pernikahannya berakhir setelah Evelyn meninggalkan
Mandela, membawa anak-anak mereka ke rumah saudaranya. Saat memulai sidang
cerai bulan Mei 1956, ia mengklaim Mandela menyiksanya secara fisik; ia menolak
tuduhan-tuduhan tersebut dan berjuang mendapatkan hak asuh anak-anaknya. Evelyn
menarik petisi perceraiannya pada November, namun Mandela meminta cerai pada
Januari 1958; perceraian ini akhirnya diputuskan bulan Maret yang hasilnya
anak-anak berada di bawah asuhan Evelyn.[86] Selama sidang cerai, Mandela mulai merayu dan melakukan
politisasi terhadap seorang pekerja sosial, Winnie Madikizela, yang ia
nikahi di Bizana
tanggal 14 Juni 1958. Madikizela kelak terlibat dalam aktivitas ANC dan sempat
dipenjara selama beberapa minggu.[87]
Pada
tanggal 5 Desember 1956, Mandeal ditahan bersama sebagian besar eksekutif ANC
karena "pengkhianatan tinggi" terhadap negara. Pada sidang di Penjara
Johannesburg yang dipenuhi unjuk rasa massal, mereka menjalani pemeriksaan
sementara di Drill Hall tanggal 19 Desember sebelum dibebaskan dengan jaminan.[88] Sidang sanggahan terdakwa dimulai tanggal 9 Januari 1957,
melibatkan pengacara terdakwa Vernon Berrangé,
dan berlanjut sampai ditangguhkan pada bulan September. Pada Januari 1958,
hakim Oswald Pirow ditunjuk untuk menangani kasus ini, dan pada
Februari ia memutuskan bahwa ada "bukti yang cukup" supaya para
terdakwa diadili di Mahkamah Agung Transvaal.[89] Pengadilan Pengkhianatan resmi dimulai di Pretoria bulan Agustus 1958 dan para terdakwa berhasil meminta
ketiga hakim—semuanya terlibat dengan Partai Nasional yang berkuasa—diganti.
Pada Agustus, satu tuduhan dicabut, dan pada Oktober jaksa menarik dakwaannya
dan mengirim rancangan baru pada November yang berpendapat bahwa pemimpin ANC
melakukan pengkhianatan tinggi dengan menyerukan revolusi kekerasan, tuduhan
yang ditolak mentah-mentah oleh terdakwa.[90]
Pada
April 1959, para militan Afrikanis yang tidak puas dengan pendekatan front
bersatu ANC mendirikan Pan-African
Congress (PAC); teman Mandela Robert Sobukwe
terpilih menjadi presiden, meski Mandela menganggap kelompok ini "tidak
dewasa".[91] Kedua partai menyerukan kampanye anti-pas pada bulan Mei
1960, yaitu pembakaran pas yang wajib dibawa ke mana-mana oleh penduduk Afrika.
Salah satu demonstrasi PAc dibubarkan polisi dan menewaskan 69 pengunjuk rasa
dalam pembantaian Sharpeville.
Sebagai bentuk solidaritas, Mandela membakar pasnya ketika kerusuhan pecah di
seluruh Afrika Selatan, sehingga pemerintah memberlakukan darurat militer.[92] Di bawah kondisi Keadaan Darurat, Mandela dan sejumlah
aktivis lain ditangkap pada tanggal 30 Maret, dipenjara tanpa tuduhan di
penjara lokal Pretoria yang kotor, sementara ANC dan PAC dibubarkan pada bulan
April.[93] Hal ini membuat para pengacaranya sulit menghubungi
mereka dan disepakati bahwa tim terdakwa untuk Pengadilan Pengkhianatan harus
mengundurkan diri sebagai bentuk protes. Mewakili mereka di pengadilan, para
terdakwa dibebaskan dari penjara ketika keadaan darurat dicabut pada akhir
Agustus.[94] Mandela memanfaatkan waktu luangnya untuk mengadakan
All-In African Conference dekat Pietermaritzburg, Natal,
pada bulan Maret yang dihadiri 1.400 delegasi anti-apartheid dan menyepakati
protes mogok kerja untuk memperingati 31 Mei, hari ketika Afrika Selatan
menjadi negara republik.[95] Tanggal 29 Maret 1961, setelah pengadilan berlangsung
selama enam tahun, para hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah yang lantas
mempermalukan pemerintah.[96]
Umkhonto we Sizwe dan tur Afrika: 1961–1962
Menyamar
sebagai sopir, Mandela berkeliling Afrika Selatan secara rahasia dan menyusun
struktur sel baru ANC dan mogok kerja massal pada 29 Mei. Dijuluki "Black
Pimpernel" di media—mengutip novel Emma Orczy tahun 1905 The Scarlet Pimpernel—polisi
mengeluarkan surat perintah penangkapannya.[97] Mandela mengadakan beberapa rapat rahasia dengan
wartawan, dan setelah pemerintah gagal mencegah mogok tersebut, ia
memperingatkan mereka bahwa banyak aktivis anti-apartheid yang beralih ke aksi
kekerasan melalui kelompok-kelompok seperti Poqo PAC.[98] Ia yakin bahwa ANC harus membentuk kelompok bersenjata
untuk menyalurkan aksi-aksi kekerasannya dan meyakinkan ketua ANC Albert Luthuli—yang
secara moral menentang kekerasan—dan kelompok aktivis sekutu tentang perlunya
hal tersebut.[99]
Terinspirasi
oleh Gerakan 26 Juli Fidel Castro dalam Revolusi Kuba, pada tahun 1961 Mandela ikut mendirikan Umkhonto we Sizwe ("Tombak Bangsa", disingkat MK) bersama Sisulu dan komunis Joe
Slovo. Ketika menjabat sebagai ketua grup militan ini, ia mendapatkan sejumlah
ide dari literatur ilegal tentang perang gerilya karya Mao dan Che Guevara. Setelah terpisah secara resmi dari ANC, pada
tahun-tahun berikutnya MK menjadi sayap bersenjata dari grup tersebut.[100] Kebanyakan anggota awal MK adalah komunis berkulit
putih; setelah bersembunyi di flat Wolfie Kodesh di Berea,
Mandela pindah ke Liliesleaf Farm
milik komunis di Rivonia dan
bergabung dengan Raymond Mhlaba, Slovo, dan
Bernstein, yang sama-sama menyusun konstitusi MK.[101] Beroperasi dengan struktur sel, MK sepakat melakukan
sabotase demi memberi tekanan besar terhadap pemerintah dengan korban kecil,
mengebom instalasi militer, pembangkit listrik, kabel telepon, dan jalur
transportasi pada malam hari ketika tidak ada warga sipil. Mandela mencatat
bahwa jika taktik-taktik tersebut gagal, MK akan beralih ke "peperangan
gerilya dan terorisme."[102] Sesaat setelah pemimpin ANC Luthuli mendapatkan Hadiah Perdamaian Nobel,
MK mengumumkan keberadaan mereka ke publik dan rencana 57 pengeboman pada Hari Dingane
(16 Desember) 1961, diikuti serangan-serangan lain pada Malam Tahun Baru.[103]
ANC
setuju mengirim Mandela sebagai perwakilan mereka di pertemuan Pan-African
Freedom Movement for East, Central and Southern Africa (PAFMECSA) Addis Ababa, Ethiopia, Februari 1962.[104] Bepergian secara rahasia, Mandela bertemu Kaisar Haile Selassie I dan berpidato setelah pidato Selassie di
konferensi tersebut.[105] Pasca konferensi, ia mengunjungi Kairo,
Mesir, menyukai reformasi politik Presiden Gamal Abdel Nasser, dan
pergi ke Tunis, Tunisia, tempat Presiden Habib Bourguiba memberinya dana £5000 untuk persenjataan. Ia
kemudian melanjutkan perjalanan ke Maroko, Mali, Guinea, Sierra Leone, Liberia,
dan Senegal, sambil menerima bantuan dana dari Presiden Liberia William Tubman dan Presiden Guinea Ahmed Sékou Touré.[106] Di London, Inggris, ia bertemu para aktivis
anti-apartheid, wartawan, dan politikus kiri ternama.[107] Di Ethiopia, ia mengikuti kursus perang gerilya selama
enam bulan, namun hanya sempat menyelesaikan dua bulan saja sebelum dipanggil
pulang ke Afrika Selatan.[108]
Penahanan
Penangkapan dan pengadilan Rivonia: 1962–1964
Pada
5 Agustus 1962, polisi menangkap Mandela dan Cecil Williams dekat Howick.[109] Ditahan di penjara Marshall Square, Johannesburg, ia
dituduh menghasut mogok buruh dan ke luar negeri tanpa izin. Mewakili dirinya
sendiri ditemani Slovo sebagai penasihat hukum, Mandela hendak memanfaatkan
pengadilan ini untuk menunjukkan "penentangan moral ANC terhadap
rasisme" sementara para pendukungnya berdemo di luar pengadilan.[110] Setelah dipindahkan ke Pretoria, tempat yang bisa
dijangkau Winnie, Mandela mulai mengambil studi korespondensi untuk mendapatkan
gelar Bachelor of Laws
(LLB) dari University of London dari
dalam selnya.[111] Sidang dengar pendapatnya dimulai tanggal 15 Oktober,
tetapi ia mengganggu jalannya sidang dengan mengenakan kaross
tradisional, menolak memanggil saksi mata, dan mengganti permohonan
keringanannya menjadi pidato politik. Dinyatakan bersalah, Mandela dihukum
penjara lima tahun; ketika ia keluar dari ruang sidang, para pendukungnya
menyanyikan Nkosi Sikelel
iAfrika.[112]
Tanggal
11 Juli 1963, polisi menggeledah Lilielsleaf Farm, menahan semua orang di sana,
dan menyita berkas-berkas aktivitas MK, beberapa di antaranya menyebut nama
Mandela. Pengadilan
Rivonia langsung diselenggarakan di Mahkamah Agung Pretoria pada tanggal 9 Oktober. Mandela dan
rekan-rekannya dituduh empat kali melakukan sabotase dan konspirasi untuk
menggulingkan pemerintah. Kepala jaksa penuntut Percy Yutar
menuntut mereka dihukum mati.[114] Hakim Quartus de Wet
menutup kasus jaksa dengan alasan bukti tidak cukup, tetapi Yutar menyusun
ulang tuntutannya dan mengajukan kasus baru sejak Desember sampai Februari 1964
dengan melibatkan 173 saksi mata dan ribuan dokumen dan foto.[115]
Kecuali
James Kantor,
yang dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan, Mandela dan terdakwa lainnya
mengaku melakukan sabotase namun menolak pernah sepakat melancarkan perang
gerilya terhadap pemerintah. Mereka menegaskan tujuan politik mereka di
pengadilan ini; salah satu pidato Mandela—terinspirasi pidato "History Will Absolve Me" oleh Castro—diliput
besar-besaran oleh pers meski ada sensor dari pemerintah.[116] Pengadilan ini mendapat perhatian internasional; banyak
pihak di seluruh dunia meminta pembebasan para terdakwa, termasuk Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan World Peace
Council. University of London Union menyerukan agar Mandela menjadi
presiden dan misa malam untuknya diadakan di St. Paul's
Cathedral, London.[117] Apa daya, karena dianggap penyerobot komunis, pemerintah
Afrika Selatan mengabaikan tuntutan-tuntutan tersebut, dan pada 12 Juni 1964 de
Wet menetapkan empat tuduhan kepada Mandela dan dua terdakwa dan menjatuhkan
vonis penjara seumur hidup, bukan hukuman mati.[118]
Pulau Robben: 1962–1982
Mandela
dan terdakwa lainnya dipindahkan dari Pretoria ke penjara di Pulau Robben dan dikurung di sana sampai 18 tahun selanjutnya.[119] Terisolasi dari tahanan-tahanan non-politik di Section
B, Mandela ditahan di sel beton lembap berukuran 8 feet (2.4 m) kali 7
feet (2.1 m) yang dilengkapi tikar jerami untuk tidur.[120] Selain sering ditindas secara verbal dan fisik oleh
penjaga berkulit putih, para tahanan Pengadilan Rivonia menghabiskan waktu
dengan memecah batu sampai akhirnya dipindahtugaskan ke tambang batu kapur pada
Januari 1965. Mandela awalnya dilarang memakai kaca mata, sehingga sinar batu
kapur tersebut merusak penglihatannya secara permanen.[121] Malamnya, ia belajar demi mendapatkan gelar LLB tetapi
dilarang membaca surat kabar. Ia sempat beberapa kali ditahan di kurungan soliter
akibat menyelundupkan kliping berita.[122] Dengan level tahanan terendah, Kelas D, Mandela hanya
boleh dijenguk sekali dan mengirim sepucuk surat saja setiap enam bulan, walaupun
semua surat yang keluar masuk disensor besar-besaran.[123]
Para
tahanan politik bekerja dan mogok makan–cara terakhir dianggap tidak
efektif oleh Mandela—demi memperbaiki kondisi penjara dan melihatnya sebagai
dunia perjuangan anti-apartheid berukuran kecil.[124] Para tahanan ANC mengangkat Mandela sebagai anggota
"High Organ" bersama Sisulu, Govan Mbeki,
dan Raymond Mhlaba. Mandela
juga terlibat dalam sebuah grup yang mewakili semua tahanan politik di pulau
itu, Ulundi; dari situ ia membina hubungan dengan anggota PAC dan Yu Chi Chan Club.[125] Setelah merintis "University of Robben
Island," tempat para tahanan berceramah tentang bidang yang dikuasainya,
ia memperdebatkan topik-topik seperti homoseksualitas dan politik dengan
teman-temannya sampai terlibat perdebatan panas soal politik dengan penganut
Marxis seperti Mbeki dan Harry Gwala.[126] Meski rajin menghadiri misa Minggu, Mandela juga
mempelajari Islam.[127] Ia juga belajar bahasa Afrikaans dengan harapan mampu membuat penjaga penjara
mengerti dan mendukung perjuangannya.[128] Sejumlah pejabat menjenguk Mandela, termasuk perwakilan
parlemen liberal Helen Suzman
dari Partai Progresif yang melanjutkan perjuangan Mandela di luar
penjara.[129] Pada September 1970, Mandela dijenguk AP Partai Buruh
Britania Raya Dennis Healey.[130] Menteri Kehakiman Afrika Selatan Jimmy Kruger berkunjung bulan Desember 1974, namun Healey dan
Mandela gagal menemuinya.[131] Ibu Mandela berkunjung tahun 1968 dan meninggal tidak
lama kemudian. Putra pertama Mandela, Thembi, meninggal dunia akibat kecelakaan
mobil setahun berikutnya; Mandela dilarang menghadiri pemakaman ibu maupun
putranya.[132] Istrinya jarang menjenguk karena sering dipenjara akibat
aktivitas politiknya, sementara putri-putrinya pertama menjenguk Mandela bulan
Desember 1975; Winnie keluar penjara tahun 1977 namun dipaksa menetap di Brandfort, sehingga
tidak bisa menjenguk ayahnya.[133]
Sejak
1967, kondisi penjara membaik, tahanan berkulit hitam diberikan celana panjang
(sebelumnya celana pendek), permainan boleh diselenggarakan, dan kualitas
makanan meningkat.[134] Pada 1969, rencana kabur untuk Mandela disusun oleh
Gordon Bruce, namun dibatalkan setelah diketahui agen South African Bureau of State Security (BOSS) yang ingin
melihat Mandela ditembak saat kabur.[135] Tahun 1970, Komandan Piet Badenhost mengambil alih
kendali. Merasa penyiksaan fisik dan mental terhadap tahanan meningkat, Mandela
menyampaikan keluhannya ke hakim-hakim yang berkunjung; Badenost akhirnya
dipindahtugaskan.[136] Ia digantikan oleh Komandan Willie Willemse yang membina
hubungan baik dengan Mandela dan mau memperbaiki standar penjara.[137] Pada 1975, Mandela menjadi tahanan Kelas A,[138] sehingga ia berhak mendapat jatah kunjungan dan surat
yang lebih besar; ia menghubungi para aktivis anti-apartheid seperti Mangosuthu Buthelezi dan Desmond Tutu.[139] Tahun itu pula, ia mulai menulis otobiografi yang
kemudian diselundupkan ke London, namun tidak diterbitkan; otoritas penjara
menemukan beberapa lembar halaman dan hak belajar Mandela dihentikan selama
empat tahun.[140] Ia lantas menghabiskan waktunya dengan berkebun dan
membaca sampai melanjutkan studi LLB-nya tahun 1980.[141]
Pada
akhir 1960-an, ketenaran Mandela dikalahkan oleh Steve Biko
dan Black Consciousness Movement (BCM). Menganggap ANC tidak
efektif, BCM menyerukan aksi militan, tetapi setelah pemberontakan Soweto tahun
1976 banyak aktivis BCM yang dipenjara di Pulau Robben.[142] Mandela mencoba membangun hubungan dengan
radikal-radikal muda ini, meski kritis terhadap rasialisme dan ketidaksukaan
mereka terhadap aktivis anti-apartheid berkulit putih.[143] Ketertarikan dunia internasional terhadap perjuangannya
bermula bulan Juli 1978, bertepatan dengan ulang tahun Mandela ke-60.[144] Ia mendapatkan gelar doktoral kehormatan di Lesotho, Nehru Prize for International Understanding di India tahun
1970, dan Freedom of the
City di Glasgow, Skotlandia, tahun 1980.[145] Pada Maret 1980, slogan "Free Mandela!"
dicetuskan oleh jurnalis Percy Qoboza dan mengawali kampanye
internasional yang memaksa Dewan Keamanan PBB
menuntut pembebasannya.[146] Walaupun tekanan luar negeri sangat besar, pemerintah
menolak dan bergantung pada sekutu Perang Dingin yang kuat seperti Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan Perdana Menteri Britania Raya Margaret Thatcher; Thatcher menganggap Mandela teroris komunis
dan mendukung penekanan terhadap ANC.[147]
Penjara Pollsmoor: 1982–1988
Bulan
April 1982, Mandela ditransfer ke Penjara Pollsmoor di Tokai, Cape Town
bersama sejumlah pemimpin senior ANC Walter Sisulu, Andrew Mlangeni, Ahmed Kathrada,
dan Raymond Mhlaba; mereka yakin sedang diisolasi demi menghapus pengaruh
mereka terhadap aktivis-aktivis muda.[148] Kondisi di Pollsmoor lebih baik ketimbang Pulau Robben,
tetapi Mandela merasa rindu camaraderie dan pemandangan pulau tersebut.[149] Berteman dengan kepala sipir Pollsmoor, Brigadir Munro,
Mandela diizinkan membuat kebun atap,[150] serta membaca besar-besar dan mendapat jatah 52 surat
setahun.[151] Ia ditunjuk sebagai pelindung gerakan multiras Front Demokratik Bersatu (UDF) yang didirikan untuk melawan
reformasi pemerintahan Presiden Afrika Selatan P.W. Botha. Pemerintah Partai Nasional pimpinan Botha
mengizinkan warga Kleurlinge dan India memilih perwakilannya sendiri yang kelak
mengatur pendidikan, kesehatan, dan perumahan, namun orang Afrika kulit hitam
dikecualikan dari sistem ini; layaknya Mandela, UDF memandang hal ini sebagai
upaya memecah gerakan anti-apartheid di sektor ras.[152]
Kekerasan
di seluruh negeri meningkat. Banyak orang mengkhawatirkan pecah perang saudara.
Di bawah tekanan lobi internasional, bank-bank multinasional berhenti
berinvestasi di Afrika Selatan, mengakibatkan stagnasi ekonomi. Beberapa bank
dan Thatcher menuntut Botha membebaskan Mandela—pada puncak ketenaran
internasionalnya—untuk meredam situasi yang tidak stabil ini.[153] Walaupun menganggap Mandela "Marxis besar"
yang berbahaya,[154] pada Februari 1985 Botha menawarkan pembebasannya dari
penjara dengan syarat ia "menolak kekerasan tanpa syarat sebagai senjata
politik". Mandela menolaknya dan merilis pernyataan melalui putrinya,
Zindzi, bahwa "Kebebasan apa yang sedang ditawarkan kepadaku jika
organisasi rakyat [ANC] tetap dilarang? Hanya orang bebas yang dapat
bernegosiasi. Seorang tahanan tidak boleh terlibat kesepakatan."[155]
Pada
tahun 1985, Mandela menjalani operasi terhadap pembesaran kelenjar prostat
sebelum ditempatkan di sel soliter baru di lantai bawah.[156] Ia bertemu "tujuh orang penting", yaitu
delegasi internasional yang dikirimkan untuk menegosiasikan penyelesaian kasus,
tetapi pemerintah Botha menolak kerja sama. Bulan Juni tahun itu, pemerintah
menyatakan keadaan darurat dan mengizinkan polisi meredam kerusuhan tersebut.
Pemberontak anti-apartheid melawan; ANC melakukan 231 serangan tahun 1836 dan
235 serangan tahun 1987. Dengan pasukan darat dan paramiliter sayap kanan untuk
melawan pemberontak, pemerintah diam-diam mendanai gerakan nasionalis Zulu, Inkatha, untuk
menyerang anggota-anggota ANC yang lantas memperparah tindak kekerasan.[157] Mandela meminta diskusi dengan Botha tapi ditolak, malah
bertemu secara rahasia dengan Menteri Kehakiman Kobie Coetsee
pada 1987, lalu bertemu lagi sebanyak 11 kali selama 3 tahun. Coetsee mengatur
negosiasi antara Mandel dengan satu tim beranggotakan empat pejabat pemerintah
sejak Mei 1988; tim sepakat membebaskan tahanan politik dan mengesahkan ANC
dengan syarat mereka tidak boleh lagi melancarkan aksi kekerasan, memutus
hubungan dengan Partai Komunis, dan tidak memaksakan kekuasaan
mayoritas. Mandela menolak semuanya dan menegaskan bahwa ANC hanya
akan mengakhiri pemberontakan bersenjata jika pemerintah menghentikan
kekerasan.[158]
Ulang
tahun Mandela ke-70 bulan Januari 1988 menarik perhatian internasional. BBC
mengadakan konser musik Nelson Mandela 70th Birthday Tribute di Wembley Stadium, London.[159] Meskipun dijadikan tokoh heroik di seluruh dunia, ia
menghadapi masalah pribadi ketika para pemimpin ANC memberitahunya bahwa Winnie
menjadi ketua geng penjahat, "Mandela United Football Club", yang
bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan lawan—termasuk anak-anak—di
Soweto. Walau banyak orang memaksa Mandela menceraikannya, ia tetap setia
sampai Winnie dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[160]
Penjara Victor Verster dan pembebasan:
1988–1990
Sepulihnya
dari tuberkulosis yang disebabkan kondisi sel yang lembap,[161] pada Desember 1988 Mandela dipindahkan ke Penjara Victor Verster
dekat Paarl. Di sini, ia
tinggal di rumah sipir yang lebih nyaman dengan koki pribadi; Mandela
memanfaatkannya untuk menyelesaikan studi LLB-nya.[162] Diizinkan banyak pengunjung, Mandela melakukan
komunikasi rahasia dengan pemimpin ANC yang terasingkan, Oliver Tambo.[163] Tahun 1989, Botha menderita stroke, tetap menjadi
presiden tetapi mundur sebagai ketua Partai Nasional dan digantikan oleh F. W. de Klerk yang konservatif.[164] Tanpa diduga, Botha mengundang Mandela minum teh pada
Juli 1989; Mandela menyebutnya undangan yang hangat.[165] Botha digantikan sebagai presiden oleh de Klerk enam
minggu kemudian; presiden baru ini percaya bahwa apartheid tidak berkelanjutan
dan membebaskan semua tahanan ANC tanpa syarat kecuali Mandela.[166] Setelah runtuhnya Tembok Berlin bulan November 1989, de Klerk memanggil
kabinetnya untuk membicarakan legalisasi ANC dan pembebasan Mandela. Meski
beberapa anggota kabinet sangat menentang renccananya, de Klerk bertemu Mandela
pada Desember untuk mendiskusikan situasi ini, sebuah pertemuan yang dianggap
bersahabat oleh kedua orang tersebut, sebelum membebaskan Mandela tanpa syarat
dan mengesahkan semua partai politik yang sebelumnya dibubarkan pada 2 Februari
1990.[167]
Setelah
keluar dari Victor Verster pada 11 Februari, Mandela menggandeng tangan Winnie
di hadapan kerumunan dan pers; acara ini disiarkan langsung di seluruh dunia.[168] Di Balai Kota Cape
Town, ia menyampaikan pidato yang menyatakan komitmennya terhadap
perdamaian dan rekonsiliasi dengan kaum minoritas kulit putih, tetapi
menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata ANC belum berakhir dan akan terus
berlanjut sebagai "aksi defensif murni terhadap kekejaman apartheid".
Ia berharap pemerintah akan menyepakati negosiasi sehingga "pemberontakan
bersenjata tidak diperlukan lagi" dan memaksa bahwa fokus utamanya adalah
membawa perdamaian ke kalangan mayoritas kulit hitam dan memberi mereka hak
suara di pemilu nasional dan lokal.[169] Ketika tinggal di rumah Desmond Tutu beberapa hari selanjutnya, Mandela bertemu
teman-teman, aktivis, dan pers, dan berpidato di hadapan 100.000 orang di Soccer City, Johannesburg.[170]
Akhir apartheid
Negosiasi pertama: 1990–1991
Mandela
melanjutkan tur Afrikanya, bertemu banyak pendukung dan politikus di Zambia,
Zimbabwe, Namibia, Libya, dan Aljazair, kemudian ke Swedia untuk reuni dengan
Tambo, lalu London, tempat ia tampil di konser Nelson Mandela: An International Tribute for a Free South Africa
di Wembley Stadium.[171] Ketika mendorong negara-negara asing untuk mendukung
sanksi terhadap pemerintah apartheid, di Perancis ia disambut Presiden François Mitterrand, di
Kota Vatikan ia disambut Paus Yohanes Paulus II,
dan di Inggris ia bertemu Margaret Thatcher. Di Amerika Serikat, ia bertemu Presiden George H.W. Bush, berpidato di Kongres, dan berkunjung ke
delapan kota; ia populer di kalangan masyarakat Afrika-Amerika.[172] Di Kuba, ia bertemu Presiden Fidel Castro yang sudah
lama digemarinya; keduanya bersahabat.[173] Di Asia ia bertemu Presiden R. Venkataraman di India, Presiden Suharto di Indonesia dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad di Malaysia, sebelum mengunjungi Australia
dan Jepang. Ia justru tidak mengunjungi Uni Soviet, pendukung lama ANC.[174]
Pada
Mei 1990, Mandela memimpin delegasi multirasial ANC dalam negosiasi pendahuluan
dengan delegasi 11 pria Afrikaner pemerintah. Mandela membuat mereka terkesan
dengan diskusinya seputar sejarah Afrikaner, dan negosiasi ini berujung pada
Groot Schuur Minute, yaitu pemeirntah mencabut keadaan darurat. Bulan Agustus,
Mandela—mengakui kekurangan militer ANC yang sangat besar—menawarkan gencatan
senjata, Pretoria Minute, yang karena itulah ia dikritik habis-habisan oleh
aktivis MK.[175] Ia menghabiskan banyak waktu untuk menyatukan dan
membangun ANC, tampil di konferensi Johannesburg bulan Desember yang dihadiri 1.600
delegasi, kebanyakan menganggap Mandela lebih moderat daripada yang diharapkan.[176] Pada konferensi nasional ANC Juli 1991 di Durban,
Mandela mengakui kekurangan-kekurangan partai ini mengumumkan rencananya untuk
membangun "satuan tugas yang kuat dan kokoh" agar memperoleh
kekuasaan mayoritas. Di konferensi tersebut, ia diangkat sebagai Presiden ANC,
menggantikan Tambo yang sakit, dan eksekutif nasional multigender dan multiras
dipilih bersama-sama.[177]
Mandela
diberikan kantor di markas ANC yang baru dibeli di Shell House,
Johannesburg pusat, dan pindah bersama Winnie ke rumahnya yang besar di Soweto.[178] Pernikahan mereka semakin renggang setelah ia tahu perselingkuhan Winnie dengan Dali Mpofu,
tetapi ia mendukungnya saat Winnie diadili dengan tuduhan penculikan dan
penyerangan. Ia mendapatkan dana untuk pembelaan Winnie dari International Defence and Aid dan pemimpin Libya Muammar Gaddafi, namun pada Juni 1991 Winnie dinyatakan
bersalah dan dihukum penjara enam tahun, dikurangi menjadi dua di pengadilan
banding. Tanggal 13 April 1992, Mandela mengumumkan perpisahannya dengan
Winnie, sedangkan ANC memaksa Winnie mengundurkan diri dari eksekutif nasional
karena menyalahgunakan dana ANC; Mandela pindah ke pinggiran Johannesburg yang
didominasi kulit putih, Houghton.[179] Reputasi Mandela semakin hancur akibat peningkatan
kekerasan "hitam-ke-hitam", terutama antara pendukung ANC dan Inkatha
di KwaZulu-Natal yang menewaskan ribuan orang. Mandela bertemu
pemimpin Inkatha Buthelezi, tetapi ANC mencegah perundingan lebih lanjut
mengenai masalah ini. Mandela mengakui bahwa ada "pasukan ketiga" di dalam dinas intelijen negara yang
mengompori "pembantaian rakyat" dan secara terbuka menyalahkan de
Klerk—yang semakin tidak ia percayai—atas pembantaian Sebokeng.[180] Pada bulan September 1991, konferensi perdamaian
nasional diadakan di Johannesburg. Mandela, Buthelezi, dan de Klerk
menandatangani perjanjian damai, tetapi kekerasan tetap berlanjut.[181]
Diskusi CODESA: 1991–1992
Convention for a Democratic South Africa (CODESA)
diselenggarakan bulan Desember 1991 di Johannesburg World Trade Center,
dihadiri oleh 228 delegasi dari 19 partai politik. Meski Cyril Ramaphosa memimpin delegasi ANC, Mandela masih menjadi
tokoh penting, dan setelah de Klerk menggunakan pidato penutupnya untuk
mengutuk kekerasan ANC, ia naik panggung dan menyebut de Klerk "pemimpin
rezim minoritas yang tidak sah dan terdiskreditkan". Karena didominasi
Partai Nasional dan ANC, tidak banyak perundingan yang tercapai.[182] CODESA 2 diadakan bulan Mei 1992. De Klerk memaksa
Afrika Selatan pasca-apartheid harus memakai sistem federal dengan rotasi presiden untuk menjamin
keselamatan etnis minoritas; Mandela menolaknya dan menuntut sistem kesatuan yang dikuasai kaum mayoritas.[183] Setelah pembantaian
Boipatong oleh militan Inkatha yang dibantu pemerintah terhadap
aktivis-aktivis ANC, Mandela membatalkan negosiasi tersebut sebelum menghadiri
pertemuan Organisation of African Unity di Senegal. Di sana ia meminta
agar Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang istimewa dan pasukan penjaga perdamaian PBB diterjunkan di Afrika Selatan
untuk mencegah "terorisme negara".
PBB langsung mengirim utusan khusus Cyrus Vance ke negara ini untuk membantu proses negosiasi.[184] Menyerukan aksi massal dalam negeri, pada bulan Agustus
ANC mengadakan mogok terbesar dalam sejarah Afrika Selatan dan para
pendukungnya memadati jalanan Pretoria.[185]
Pasca
pembantaian
Bisho, yaitu penembakan oleh Ciskei Defence
Force terhadap 28 pendukung ANC dan 1 tentara saat unjuk rasa,
Mandela menyadari bahwa aksi massal berujung pada kekerasan lebih lanjut dan
melanjutkan negosiasi pada bulan September. Ia menyetujuinya dengan syarat
semua tahanan politik dibebaskan, senjata tradisional Zulu dilarang, dan
hostel-hostel Zulu dipagari, dua syarat terakhir bertujuan mencegah serangan
Inkatha selanjutnya; karena ditekan terus-menerus, de Klerk mau tidak mau
setuju. Negosiasi ini menyepakati pemilu multiras akan diselenggarakan, yang
kemudian membentuk pemerintahan koalisi persatuan nasional selama lima tahun dan
majelis konstitusional yang memberi Partai Nasional pengaruh besar. ANC juga
setuju melindungi pekerjaan para pegawai negeri kulit putih; konsesi semacam
itu dikritik habis-habisan di dalam negeri.[186] Keduanya menyetujui konstitusi interim, menjamin pemisahan kekuasaan, mendirikan
pengadilan konstitusi, dan undang-undang hak asasi manusia bergaya Amerika Serikat.
Negosiasi ini juga membagi negara ini menjadi sembilan provinsi, masing-masing
dengan pemimpin dan pelayanan sipilnya sendiri, kesepakatan di antara keinginan
federalisme de Klerk dan pemerintah kesatuan Mandela.[187]
Proses
demokratis ini terancam oleh Concerned South Africans Group (COSAG), aliansi
partai-partai Afrikaner sayap kanan dan kelompok separatis kulit hitam seperti
Inkatha; pada Juni 1993, kelompok supremasis kulit putih Afrikaner Weerstandsbeweging (AWB) menyerang Kempton Park World Trade Centre.[188] Pasca pembunuhan ketua ANC Chris Hani, Mandela berpidato untuk meredam kerusuhan, sesaat
setelah muncul di pemakaman massal di Soweto mewakili Tambo yang meninggal
akibat stroke.[189] Bulan Juli 1993, Mandela dan de Klerk sama-sama
berkunjung ke Amerika Serikat, bertemu Presiden Bill Clinton secara terpisah dan masing-masing mendapatkan Liberty Medal.[190] Tidak lama kemudian, mereka sama-sama mendapatkan Hadiah
Perdamaian Nobel di Norwegia.[191] Dipengaruhi ketua ANC yang muda, Thabo Mbeki, Mandela mulai bertemu tokoh-tokoh bisnis besar
dan membungkam dukungannya untuk nasionalisasi, khawatir ia akan menakut-nakuti
investor asing yang sangat diperlukan. Meski dikritisi anggota-anggota ANC yang
sosialis, ia didorong memboyong perusahaan swasta oleh anggota partai Komunis
Cina dan Vietnam di World Economic Forum
Januari 1992 di Swiss.[192] Mandela juga tampil kameo sebagai guru sekolah yang
membacakan salah satu pidato Malcolm X di adegan terakhir film Malcolm X (1992).[193]
Pemilihan umum: 1994
Dengan
penetapan pemilu pada tanggal 27 April 1994, ANC mulai berkampanye, membuka 100
posko pemilu, dan mempekerjakan penasihat Stanley
Greenberg. Greenberg merancang pondasi People's Forums di seluruh
negeri, sehingga Mandela bisa tampil; meski merupakan pembicara publik yang
buruk, Greenberg adalah tokoh terkenal dengan status tinggi di kalangan
penduduk kulit hitam Afrika Selatan.[194] ANC mengampanyekan Reconstruction and Development Programme (RDP), yaitu program
pembangunan satu juta rumah dalam lima tahun, penciptaan pendidikan gratis
universal, dan perluasan akses air bersih dan listrik. Slogan partai ini adalah
"a better life for all"
(kehidupan yang lebih baik untuk semua), walaupun tidak dijelaskan dari mana
pendanaannya.[195] Selain Weekly Mail
dan New Nation,
pers Afrika Selatan menentang pencalonan Mandela, mengkhawatirkan konflik
etnis, dan mendukung Partai Nasional atau Partai Demokrat.[196] Mandela menghabiskan banyak waktu untuk menggalang dana
untuk ANC, keliling Amerika Utara, Eropa, dan Asia untuk bertemu
donatur-donatur kaya, termasuk mantan pendukung rezim apartheid.[197] Ia juga mengusulkan pengurangan batas usia memberi suara
dari 18 tahun menjadi 14; setelah ditolak ANC, kebijakan ini menjadi bahan
tertawaan.[198]
Khawatir
bahwa COSAG akan mengacaukan pemilu, terutama pasca Pertempuran Bop
dan Pembantaian Shell House—masing-masing kekerasan yang
melibatkan AWB dan Inkatha—Mandela bertemu beberapa politikus dan jenderal
Afrikaner, termasuk P.W. Botha, Pik Botha, dan Constand Viljoen,
membujuk mereka untuk ikut sistem demokrasi, dan de Klerk meyakinkan Buthelezi
dari Inkatha untuk ikut pemilu alih-alih melancarkan perang separatis.[199] Selaku ketua kedua partai besar tersebut, de Klerk dan
Mandela tampil dalam acara debat televisi; meskipun de Kler dianggap luas
sebagai pembicara terbaik di acara ini, tawaran Mandela untuk bersalaman
mengejutkannya, sehingga banyak komentator menganggap Mandela-lah yang menang.[200] Pemilihan umum berlangsung dengan sedikit aksi
kekerasan, termasuk bom mobil sel AWB yang menewaskan 20 orang. Mandela memberi
suara di Ohlange High
School di Durban, dan meski menjadi Presiden terpilih, ia mengaku
secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan sabotase.[201] Dengan 62% suara nasional, ANC tinggal sedikit lagi
mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi. ANC
juga menang di 7 provinsi, sementara masing-masing Inkatha dan Partai Nasional
1 provinsi.[202]
Kepemimpinan di Afrika Selatan: 1994–1999
Pelantikan
Mandela dilangsungkan di Pretoria pada tanggal 10 Mei 1994, disiarkan ke satu
miliar penonton di seluruh dunia. Acara ini dihadiri 4.000 tamu, termasuk
pemimpin dunia dari berbagai latar belakang.[203] Selain Presiden Afrika Selatan
berkulit hitam pertama, Mandela juga menjadi kepala Pemerintah Persatuan Nasional yang didominasi ANC—yang justru
tidak punya pengalaman di pemerintahan—tetapi juga melibatkan perwakilan Partai
Nasional dan Inkatha. Sesuai perjanjian sebelumnya, de Klerk menjadi Wakil Presiden
pertama, sedangkan Thabo Mbeki sebagai wakil pada masa jabatan kedua.[204] Meski Mbeki bukan pilihan pertamanya untuk jabatan ini,
Mandela menjadi sangat bergantung padanya sepanjang masa pemerintahannya dan
mengizinkan Mbeki menyusun rincian kebijakan.[205] Setelah pindah ke kantor presiden di Tuynhuys di Cape
Town, Mandela mengizinkan de Klerk tetap di kediaman kepresidenan di puri Groote Schuur,
bukan di puri Westbrooke yang berganti nama menjadi "Genadendal"
yang berarti "Lembah Pertolongan" dalam bahasa Afrikaans.[206] Selain mempertahankan rumahnya di Houghton, ia juga
membangun rumah di kampung halamannya, Qunu. Ia sering berkunjung ke Qunu,
jalan-jalan di sana, bertemu warga setempat, dan memutuskan sengketa suku.[207]
Pada
usia 76 tahun, ia menghadapi berbagai penyakit, dan walaupun memiliki cukup
tenaga, ia merasa terisolasi dan ditinggal sendirian.[208] Ia sering menghibur selebritis, seperti Michael Jackson, Whoopi Goldberg, dan Spice Girls. Ia juga berteman dengan sejumlah pebisnis kaya
seperti Harry
Oppenheimer dari Anglo-American,
dan ratu Britania Raya Elizabeth II dalam kunjungan
kenegaraannya ke Afrika Selatan bulan Maret 1995, sehingga Mandela dihujani
kritik dari penganut anti-kapitalis di ANC.[209] Meski orang-orang sekitarnya hidup berkecukupan, Mandela
hidup sederhana dan menyumbangkan sepertiga gaji tahunannya sebesar 552.000
rand ke Nelson Mandela Children's Fund yang ia dirikan tahun 1995.[210] Walaupun berbicara lantang mendukung kebebasan pers dan berteman dengan banyak jurnalis, Mandela
kritis terhadap sebagian besar media di negaranya karena dimiliki dan
dioperasikan penduduk kulit putih kelas menengah dan yakin mereka terlalu fokus
menakut-nakuti penonton dengan berita kejahatan.[211] Setelah duduk di kursi presiden, Mandela ganti baju
beberapa kali sehari dan salah satu merek dagang Mandela adalah kemeja batiknya
yang dikenal sebagai "kemeja Madiba". Ia selalu memakainya
bahkan dalam suasana formal.[212]
Bulan
Desember 1994, otobiografi Mandela, Long Walk to Freedom,
akhirnya diterbitkan.[213] Pada akhir 1994, ia menghadiri konferensi ANC ke-49 di Bloemfontein. Di sana Eksekutif Nasional yang lebih militan
dipilih, termasuk di antaranya Winnie Mandela; meski Winnie tertarik rujuk,
Nelson memulai proses perceraian pada Agustus 1995.[214] Tahun 1995, ia menjalin hubungan dengan Graça Machel, aktivis politik Mozambik yang 27 lebih muda dan
merupakan janda mantan presiden Samora Machel. Mereka pertama bertemu bulan Juli 1990 ketika
Machel masih berduka, namun persahabatan mereka berkembang menjadi pasangan
kekasih. Machel sering menemani Mandela dalam kunjungannya ke luar negeri. Ia
menolak lamaran pernikahan pertama Mandela karena ingin lebih bebas dan bisa
membagi waktunya antara Mozambik dan Johannesburg.[215]
Rekonsiliasi nasional
Memimpin
transisi dari kekuasaan minoritas apartheid ke demokrasi multikultural, Mandela
melihat rekonsiliasi nasional sebagai tugas utama pemerintahannya.[216] Setelah melihat negara-negara Afrika pasca-kolonial
hancur akibat ditinggalkan elit kulit putih, Mandela berusaha menjamin populasi
kulit putih Afrika Selatan bahwa mereka dilindungi dan diwakili di "Bangsa Pelangi"
ini.[217] Mandela berupaya menciptakan koalisi seluas mungkin di
kabinetnya. De Klerk menjadi Wakil Presiden pertama, sedangkan pejabat-pejabat
Partai Nasional lainnya menjadi menteri Pertanian, Energi, Lingkungan, dan
Mineral dan Energi, dan Buthelezi menjadi Menteri Dalam Negeri.[218] Jabatan kabinet yang lain diduduki anggota ANC,
kebanyakan di antaranya—seperti Joe Modise,
Alfred Nzo,
Joe Slovo, Mac Maharaj,
dan Dullah Omar—adalah teman seperjuangan, meski yang lainnya
seperti Tito Mboweni
dan Jeff Radebe
justru jauh lebih muda.[219] Hubungan Mandela dengan de Klerk renggang; Mandela
menduga de Klerk sengaja provokatif, sementara de Klerk merasa ia sengaja
dipermalukan oleh presiden. Pada Januari 1995, Mandela mengkritik habis-habisan
de Klerk karena memberikan amnesti kepada 3.500 polisi tepat sebelum pemilu,
dan kemudian mengkritiknya karena melindungi mantan Menteri Pertahanan Magnus Malan yang dituduh melakukan pembunuhan.[220]
Mandela
secara pribadi bertemu tokoh-tokoh senior rezim apartheid, termasuk janda Hendrik Verwoerd Betsie Schoombie dan pengacara Percy Yutar; menekankan
pemberian maaf dan rekonsiliasi pribadinya, ia mengumumkan bahwa
"orang-orang berani tidak takut memberi maaf demi perdamaian."[221] Ia mendorong penduduk kulit hitam Afrika Selatan
mendukung tim nasional rugbi yang sebelumnya dibenci, Springboks, saat Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala
Dunia Rugbi 1995. Setelah Springboks memenangkan final melawan
Selandia Baru, Mandela mempersembahkan trofinya ke kapten Francois Pienaar,
seorang Afrikaner, sambil mengenakan baju Sprinboks dengan nomor 6 miliki
Pienaar di belakangnya. Hal ini dipandang luas sebagai loncatan besar
rekonsiliasi penduduk kulit putih dan hitam Afrika Selatan; seperti yang
dikatakan de Klerk, "Mandela memenangkan hati jutaan penggemar rugbi
berkulit putih."[222] Upaya rekonsiliasi Mandela meredam rasa takut masyarakat
kulit putih, namun juga mendapat kritik dari kaum militan kulit hitam. Mantan
istrinya, Winnie, menuduh ANC lebih tertarik memuaskan orang kulit putih
ketimbang membantu orang kulit hitam.[223]
Kontroversialnya
lagi, Mandela terlibat dalam pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelidiki
kejahatan-kejahatan era apartheid oleh pemerintah dan ANC dan menunjuk Desmond
Tutu sebagai ketuanya. Untuk mencegah munculnya martir, Komisi ini memberikan
amnesti individu dengan imbalan kesaksian kejahatan yang dilakukan selama era
apartheid. Didirikan bulan Februari 1996, Komisi ini mengadakan dengar pendapat
selama dua tahun yang merincikan kasus pemerkosaan, penyiksaan, pengeboman, dan
pembunuhan, sebelum menerbitkan laporan terakhirnya pada Oktober 1998. Baik de
Klerk dan Mbeki menuntut sebagian laporan tersebut dihapus, tetapi hanya tuntutan
de Klerk yang dipenuhi.[224] Mandela memuji kerja Komisi sambil menyatakan mereka
"telah membantu kita beralih dari masa lalu untuk berkonsentrasi pada masa
kini dan masa depan".[225]
Program dalam negeri
Pemerintahan
Mandela mewarisi negara dengan kesenjangan kekayaan dan jasa yang sangat besar
di kalangan masyarakat kulit putih dan hitam. Dengan populasi 40 juta orang,
kurang lebih 23 juta di antaranya tidak terhubung dengan listrik atau sanitasi
memadai, 12 juta orang tidak punya suplai air bersih, dan 2 juta anak tidak
bersekolah dan sepertiga penduduknya buta huruf. 33% rakyat menganggur dan
nyaris separuh populasi hidup di bawah garis kemiskinan.[226] Cadangan keuangan pemerintah hampir habis dan seperlima
anggaran nasional dihabiskan untuk bayar utang, artinya cakupan Program
Rekonstruksi dan Pembangunan (RDP) yang dijanjikan harus disusutkan dan tidak
ada nasionalisasi atau penciptaan lapangan kerja.[227] Pemerintah malahan mengadopsi kebijakan ekonomi liberal
untuk mempromosikan investasi asing, mengikuti "konsensus Washington"
yang dikeluarkan Bank Dunia dan International Monetary Fund.[228]
Di
bawah pemerintahan Mandela, anggaran kesejahteraan naik 13% tahun 1996/97, 13%
tahun 1997/98, dan 7% tahun 1998/99.[229] Pemerintah memperkenalkan kesetaraan bantuan untuk
masyarakat, termasuk bantuan orang cacat, bantuan perawatan anak, serta dana
pensiun lansia, yang sebelumnya diberi tingkatan-tingkatan untuk berbagai
kelompok ras Afrika Selatan.[229] Tahun 1994, layanan kesehatan gratis diberikan untuk
anak-anak di bawah usia 6 tahun dan ibu hamil, suatu peraturan yang cakupannya
diperluas sampai semua pengguna layanan kesehatan sektor publik tingkat dasar
pada tahun 1996.[230] Pada pemilu 1999, ANC mengatakan bahwa karena kebijakan
mereka, 3 juta orang terhubung ke telepon, 1,5 juta anak mengenyam pendidikan,
500 klinik diperbarui atau dibangun, 2 juta orang terhubung ke listrik, akses
air bersih diperluas samapai 3 juta orang, dan 750.000 rumah dibangun dengan
total penghuni nyaris 3 juta orang.[231]
Undang-Undang
Pengembalian Lahan 1994 memungkinkan masyarakat yang kehilangan propertinya
akibat Undang-Undang Tanah Prbumi 1913 mengklaim balik tanah mereka.
Puluhan ribu orang berhasil menyelesaikan klaim tanah mereka.[232] UU Reformasi Lahan 3 tahun 1996 melindungi hak-hak
penyewa pekerja yang tinggal dan menanam hasil bumi atau beternak di
peternakan. Undang-undang ini menjamin penyewa tidak dapat diusir tanpa
perintah pengadilan atau usianya melebihi 65 tahun.[233] UU Pengembangan Kemampuan 1998 menetapkan serangkaian
mekanisme untuk mendanai dan mempromosikan pengembangan kemampuan di tempat
kerja.[234] UU Hubungan Tenaga Kerja 1995 mempromosikan demokrasi di
tempat kerja, perundingan bersama secara tertib, serta penyelesaian efektif
sengketa tenaga kerja.[235] UU Persyaratan Dasar Pekerjaan 1997 memperbaiki
mekanisme kerja serta memperluas "cakupan" hak ke semua pekerja,[235] sedangkan UU Kesetaraan Pekerjaan 1998 disahkan untuk
mengakhiri diskriminasi tidak adil dan menjamin implementasi tindakan yang
disetujui di tempat kerja.[235]
Sayangnya
banyak masalah di dalam negeri. Sejumlah kritikus seperti Edwin Cameron menuduh pemerintah Mandela berbuat sedikit untuk
meredam wabah HIV/AIDS di negara itu; tahun 1999, 10% penduduk Afrika Selatan
dinyatakan positif mengidap HIV. Mandela kelak mengakui bahwa ia secara pribadi
mengabaikan masalah ini dan menyutuh Mbeki menanganinya.[236] Mandela juga mendapat kritik karena gagal memberantas
kejahatan, karena itu pula Afrika Selatan memiliki salah satu tingkat kejahatan
tertinggi di dunia; ini juga alasan utama yang dikatakan 750.000 orang kulit
putih yang beremigrasi pada akhir 1990-an.[237] Pemerintahan Mandela dibanjiri skandal korupsi dan
Mandela sendiri dianggap "lembek" terhadap korupsi dan kerakusan.
KESIMPULAN
Dari
sejarah diatas kita bisa melihat bahwa Nelson Mandela merupakan pempimpin. Beliau
memiliki tujuan untuk menghapuskan apartheid.Dalam mencapai tujuannya
beliau juga meyakinkan orang lain seperti wartawan, buruh, dan pejabat untuk
mendukung aksinya.
0 komentar:
Posting Komentar