KONFLIK
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik merupakan suatu
masalah sosial yang timbul karena ada perbedaan pendapat maupun pandangan yang
terjadi dalam msaayarakat dan negara. Biasanya konflik muncul akibat tidak
adanya rasa toleransi dan saling mengerti kebutuhan masing-masing individu.
Dalam pengertian konflik ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya
mengenai konflik. Berikut ulasannya.
a. Konflik menurut Robbins
Menurut Robbins, konflik
adalah suatu proses dimana suatu pihak merasa dirugikan dan pihak tersebut
telah memberikan efek negatif kepada pihak lainnya.
b. Konflik menurut
Alabaness
Sedangkan menurut
Alabaness, konflik adalah sebuah keadaan dimana antara pihak yang bermasalah
tidak mencapai tujuan dan kesepakatan yan ada sehingga hal ini bisa mencampuri
urusan masing-masing pihak.
Jadi kesimpulannya
konflik adalah sebuah proses dimana ada keadaa yang terus berubah dan ada
banyak kepentingan yang butuh penyelesaian sehingga bisa menyamakan persepsi
agar tidak ada konflik parah yang bisa merusak hubungan kedua belah pihak.
Faktor penyebab konflik
Setelah mengetahui
pengertian konflik, sekarang saatnya Anda mengetahui faktor yang menyebabkan
konflik terjadi.
1. Saling tergantung satu
sama lain
Yang mengakibatkan
konflik terjadi adalah karena satu dan yang lainnya memiliki ketergantungan
yang menyebabkan konflik bila satu dari mereka tidak sejalan.
2. Memiliki perbedaan
tujuan
Dan yang kedua adalah
karena perbedaan tujuan. Tujuan dalam mendapatkan sesuatu menjadi pemicu
timbulnya konflik.
3. Memiliki perbedaan
pandangan atau persepsi
Yang selanjutnya adalah
karena adanya perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi dan pandangan menyebabkan
orang mudah terpancing emosi dan terjadilah konflik.
Sedangkan menurut ahli
Smith, Mazzarella dan Piele, konflik memiliki berbagai jenis seperti dibawah
ini.
1. Adanya masalah
komunikasi
Komunikasi menjadi pemicu utama adanya konflik, biasanya dalam komunikasi
terdapat kesalahpahaman yang menyebabkans seseorang berseteru dan timbullah
konflik.
2. Adanya struktur organisasi
Dalam organisasi tidak bisa semua orang memiliki 1 pandangan, oleh karena itu
ada banyak konfil yang terjadi namun harus bisa diselesaikan dengan baik.
3. Perbedaan sifat manusia
Dan yang terakhir adalah karena perbedaan sifat manusia yang memang menjadi
faktor timbulnya konflik.
Macam-macam konflik
Ada beberapa jenis konflik
seperti dibawah ini.
1. Konflik sosial
2. Konflik antar kelompok sosial
3. Konflik antar negara
4. Konflik antar organisasi
5. Konflik antar partai politik
6. Dan konflik antara individu dengan kelompok
TEORI KONFLIK
A. Teori Konflik
Menurut Karl Marx
Karl Marx dipandang sebagai tokoh utama—dan yang paling kontroversial—yang
menjelaskan sumber-sumber konflik serta pengaruhnya terhadap peningkatan
perubahan sosial secara revolusioner. Marx mengatakan bahwa potensi-potensi
konflik terutama terjadi dalam bidang pekonomian, dan ia pun memperlihatkan
bahwa perjuangan atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi
prestise/status dan kekuasaan politik.
Segi-segi pemikiran filosofis Marx berpusat pada usaha untuk membuka kedok
sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi
yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun
dalam pandangannya, orientasi budaya tidak seluruhnya ditentukan oleh struktur
kelas ekonomi, orientasi tersebut sangat dipengaruhi dan dipaksa oleh struktur
tersebut. Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materiil seperti terlihat dalam
struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu para
pelakunya. Terdapat beberapa segi kenyataan sosial yang Marx tekankan, yang
tidak dapat diabaikan oleh teori apa pun yaitu antara lain adalah, pengakuan
terhadap adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang
saling bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang
besar dari posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk
kesadaran dan berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan
struktur sosial, merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Marx lebih
cenderung melihat nilai dan norma budaya sebagai ideologi yang mencerminkan
usaha kelompok-kelompok dominan untuk membenarkan berlangsungnya dominasi
mereka. Selanjutnya, mereka pun berusaha mengungkapkan berbagai kepentingan
yang berbeda dan bertentangan yang mungkin dikelabui oleh munculnya konsensus nilai
dan norma. Apabila konsensus terhadap nilai dan norma ada, para ahli teori
konflik menduga bahwa konsensus itu mencerminkan kontrol dari kelompok dominan
dalam masyarakat terhadap berbagai media komunikasi (seperti lembaga pendidikan
dan lembaga media massa), dimana kesadaran individu dan komitmen ideologi bagi
kepentingan kelompok dominan dibentuk.
B. Teori Konflik Ralf
Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika
Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial
Society”, pada tahun 1959.Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap
masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta
konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan
kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam
masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki
kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan
ketertiban dalam masyarakat. Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah,
yakni konflik dan konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan
demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni teori
konflik dan teori konsesus. Teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan
penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat sedangkan teori konsesus harus
menguji nilai integrasi dalam masyarakat. Bagi Ralf, masyarakat tidak akan ada
tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang
dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan
kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Jadi ada perilaku yang
ditentukan dan perilaku yang otonom, maka keduanya harus seimbang. Salah satu
karya besar Dahrendorf “Class and class Conflict in Industrial Society” dapat
dipahami pemikiran Dahrendorf dimana asumsinya bahwa teori fungsionalisme
struktural tradisional mengalami kegagalan karena teori ini tidak mampu untuk
memahami masalah perubahan sosial, terutama menganilisis masalah
konflik.Dahrendorf mengemukakan teorinya dengan melakukan kritik dan modifikasi
atas pemikiran Karl Marx, yang berasumsi bahwa kapitalisme, pemilikandan
kontrol atas sarana-sarana produksi berada di tangan individu-individu yang sama,
yang sering disebut kaum borjuis dan kaum proletariat. Teori konflik dipahami
melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki dua wajah karena setiap
masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan, sehingga asumsinya bahwa perubahan
sosial ada dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan
perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi bagi
disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada paksaan dari
beberapa anggotanya atas orang lain.
C. Teori Konflik Lewis
A Cooser
Tampak ada upaya Coser untuk mengintegrasikan fungionalisme dengan
konflik.Menurut George Ritzer dalam melakukan kombinasi itu, baik teori
fungsionalime maupun teori konflik akan lebih kuat ketimbang berdiri
sendiri.Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada
model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia
menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik
sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua
perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), Coser
mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan
tersebut. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan
dan konsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional struktural,
tetapi dia juga menunjuk pada proses lain yaitu konflik sosial. Akan tetapi
para ahli sosiologi kontemporer sering melihat konflik sebagai penyakit bagi
kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik
yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur
suatu kelompok tertentu. Coser menunjukkan bahwa konflik dengan kelompok-luar
akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan
kelompok luar juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser
(1956:92-93) berpendapat bahwa “tingkat konsensus kelompok sebelum konflik
terjadi” merupakan hubungan timbal balik paling penting dalam konteks apakah
konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok. Coser menegaskan bahwa kohesi
sosial dalam kelompok mirip sekte itu tergantung pada penerimaan secara total
selurh aspek-aspek kehidupan kelompok. Untuk kelangsungan hidupnya kelompok
“mirip-sekte” dengan ikatan tangguh itu bisa tergantung pada musuh-musuh luar.
Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis,
tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai
hubungan emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis. Coser
mengutip berbagai contoh fenomena itu dari catatan-catatan historis mengenai
kelahiran serta perkembangan serikat-serikat buruh. Akan tetapi contoh yang
sama dapat diitemukan pada bangsa yang sedang berperang, pada kelahiran sekte keagamaan
atau diantara kelompok-kelompok politik ekstrim di suatu Negara. Sementara
kontroversi internal tidak dapat ditolerir, misalnya di antara
kelompok-kelompok keagamaan mirip sekte seperti “The Children of God”,
perjuangan kelompok tersebut melawan kaum kafir mungkin memperkuat kemampuannya
untuk menarik serta memperahankan orang-orang yang baru masuk agamanya.
Bilamana perjuangan yang membawa kelompok demikian untuk memperhatikan media
perkabaran tiba-tiba terhenti, Coser mengatakan musuh-musuh baru mungkin
mencoba untuk lebih memperkuat perkembangan dan peningkaan kohesi
kelompok-kelompok yang demikian tak hanya mencapai identitas struktural lewat
oposisi dengan berbagai kelompok luar tetapi dalam perjuangannya juga mengalami
peningkatan integrasi dan kohesi.
D. Teori Konflik George
Simmel
Menurut George Simmel, dalam perubahan sosial yang terjadi di masyarakat di
dalamnya selalu mencangkup yang namannya harmoni dan konflik, penarikan dan
penolakan, cinta dan kebencian, dsb. Pendek kata Simmel melihat hubungan
manusia selalu ditandai oleh adanya ambivalensi atau sikap mendua. Simmel tidak
pernah memimpikan suatu masyarakat yang tanpa mengalami friksi terutama antar
individu dan masyarakat. Bagi Simmel, konflik merupakan suatu yang essensial
dari kehidupan sosial sebagai suatu hal yang tidak dapat dihilangkan di dalam
komponen kehidupan sosial. Menurutnya adalah naif jika konflik dipandang
sebagai suatu yang negatif dan konsensus dipandang sebagai suatu yang positif.
Masyarakat yang baik bukanlah masyarakat yang bebas dari konflik. Perdamaian
dan permusuhan, konflik dan ketertiban sebenarnya bersifat korelatif, keduanya
sama-sama memperteguh dan juga menghancurkan bagian-bagian dari adat istiadat
yang ada sebagai dialektika abadi dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
adalah kesalahan sosiologis apabila memisahkan antara keteraturan dan ketidak
teraturan misalkan konflik dan konsensus, sebab keduanya bukanlah realitas yang
berbeda melainkan hanya beda dalam aspek formalnya belaka dari suatu realitas yang
sama dan dapat kita ketahui bahwa dalam sebuah konflik terdapat pula konsensus
sebab keduanya merupakan dualisme dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan.
Dan dari konflik itu lah terjadi sebuah perubahan sosial di desa tersebut yang
pada kenyataanya memiliki fungsi semakin bersemangatnya masing-masing kelompok
untuk meningkatkan kualitasnya agar tidak kalah dengan kelompok saingannya.
NEGOSIASI
Proses negosiasi umumnya menggunakan 2 pendekatan utama,
yaitu game theory yang juga dikenal dengan teori
strategis dan behavioral negotiation theory.
Dalam perkembangannya, banyak akademisi meneliti
masalah-masalah yang berkaitan denganbargaining sehingga
kemudian game theory ini berkembang menjadi teori
negosiasi strategis (strategic-negotiation theory) dimana
strategi waktu, institusi, informasi dan komitmen menjadi hal yang menentukan
di dalamnya. Dalam hal ini strategic-negotiation theory fokus
pada pembandingan antara perilaku ekuilibrium dan perilaku efisiensi.
Strategic Negotiation Theory (Game Theory)
Game Theory mempelajari
interaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Dalam hal ini
tiap pihak akan memilih strategi yang menguntungkan baginya. Studi tentang
strategi inilah yang menjadi objek kajian game theory. Itulah
mengapa teori ini juga disebut sebagai teori strategis. Dalam teori
ini asumsi yang berlaku adalah rasionalitas pihak yang terlibat untuk mencapai
kemenangan terbesar dan minimalisir resiko.
Dalam penyelesaian persoalan bargaining digunakan
dua pendekatan, yaitupendekatan aksiomatik dan pendekatan
strategis.
Pendekatan aksiomatik mengandung
sejumlah aksioma menguntungkan yang mengimplikasikan solusi unik dan
bersifat macro-oriented. Pendekatan ini juga dikenal sebagai teori
kooperatif karena pihak yang terlibat boleh membuat perjanjian yang mengikat
satu sama lain.
Pendekatan kedua adalah pendekatan strategis yang
fokus pada pilihan pelaku tentang strategi dalam game modeling yang kooperatif.
Teori negosiasi strategis dengan keterbatasan informasi umumnya mengggunakan
doktrin Harsanyi dimana negosiator muncul di hadapan lawan dengan berpura-pura
tidak mengetahui info apapun untuk memancing info dari lawan. Doktrin ini
kemudian diaplikasikan ke dalam model bargaining statis.
Teori bargaining statis menganalisis
proses negosiasi melalui konsep bentuk perluasan, struktur pembayaran, struktur
informasi dan ekuilibrium yang kemudian mengarahkan pada 5 poin penting. Poin
ini mencakup penawaran, jangka waktu, informasi, fungsi
kebutuhan serta asumsi tambahan jika negosiasi melibatkan beberapa
penjual atau pembeli.
Behavioral Negotiation Theory
Neale dan Northcraft kemudian mencoba mengidentifikasi
proses terjadinya negosiasi antara dua pihak dengan merangkum disiplin ilmu
terkait seperti psikologi dan matematika. Studi ini kemudian terbagi menjadi 2
kerangka pikir, yaitu:
1. kerangka pikir
secara konstektual yang bersifat statis
2. kerangka pikir
tentang negosiator yang bersifat dinamis
Kerangka konstektual adalah hal-hal yang pasti ada dalam
tiap negosiasi dan sifatnya statis, seperti keberadaan kepentingan dan power
sedangkan kerangka dinamis sifatnya fluktuatif dalam mempengaruhi negosiasi,
tergantung pada waktu dan sikon. Kerangka konstektual ini melibatkan game
theory dimana di dalamnya terkandung pengaruh struktural seperti
power, deadline dan potensi integratif. Selain itu kerangka konstektual juga
menggunakan agency theory dimana jumlah pihak yang terlibat
dan pihak ketiga menjadi bahan analitis . Kerangkan konstektual ini kemudian
berinteraksi dengan pola dinamis seperti pemahaman negosiator yang meliputi
perencanaan, pemrosesan informasi, sikap dan perbedaan individu yang kemudian
melalui tahapan proses interaksi. Dalam proses interaksi ini terkandung taktik
pengaruh dan taktik komunikasi yang mempengaruhi hasil negosiasi.
Hausken sebagai penulis mempunyai 4 kritik terhadap teori
ala Neale dan Northcraft ini yang intinya penggunaan konsep yang terlalu statis
dan usang seperti lebih preskriptif daripada deskriptif sehingga tidak
menjelaskan tentang apa sebenarnya dilakukan oleh negosiator tetapi lebih
kepada apa yang seharusnya dilakukan oleh negosiator.
Bagian dinamis dari game theory merupakan inti dari
negosiasi. Hausken membuat kerangka baru yang integratif dengan menggabungkan
konsep strategis (game theory) dan behavioral negotiation theory
dan membuat 8 parameter baru. Kemudian parameter-parameter ini dibagi ke dalam
3 kelompok.
· Kelompok pertama
menyinggung strtuktur statis yang mempengaruhi pengaruh struktural
(power,deadline,potential integrative).
·
Kelompok kedua mempengaruhi struktur interaksi.
· kelompok ketiga adalah
pemahaman tentang game theory. Pengaruh struktural dan sruktur interaksi saling
mempengaruhi melalui pemahaman tentang game theory yang pada akhirnya
mempengaruhi hasil negosiasi.
Kedelapan parameter yang kemudian tereduksi ini mempunyai
keuntungan dan kerugian. Keuntungannya terletak pada penggunaan perhitungan
matematis melalui grafik dan tabel yang dapat memperjelas analisis. Namun
perhitungan matematis ini memiliki kerugian karena mengabaikan aspek perilaku.
CONTOH KONFLIK
Konflik tawuran antar
pelajar
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran sering sekali
terjadi diantara pelajar. Bahkan bukan hanya pelajar SMA. tapi juga sudah
melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal
yang wajar pada remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan
korban cenderung meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan hampir
setiap bulan, minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar yang
kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal mass depan yang
lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan
hal-hal yang dapat berakibat fatal.
Menurut saya, yang harusnya patut dipertanyakan tentang
tanggung jawab itu yaitu pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor
penyebab terjadinya tawuran antar pelajar ialah ketidakmampuan orangtua
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi anak.
Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1 telah
ditegaskan bahwa orangtua berkewajiban dalam melindungi anak, baik dalam hal
mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.
Menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya tawuran merupakan sasarann yang
kurang tepat karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas
apa yang terjadi pada anak didiknya, tapi semua itu karena terbatasnya
kewajiban mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan
pihak sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi di luar sekolah
karena banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau.
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan
interaksi antara kecenderungan didalam diri indivudu (sering disebut
kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam
hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor
psikologis mengapa seorang pelajar/remaja terlibat perkelahian(tawuran).
Solusi untung penanganannya :
Berikut ini merupakan beberapa solusi yang dapat digunakan
untuk menangani konflik mengenai tawuran antar pelajar yang sering terjadi di
Indonesia.
a. Para siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua
permasalahan tidak akan selesai jika cara penyelesaiannya menggunakan
kekerasan.
b. Melakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada
para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
c. Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip
penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
d. Ajarkan ilmu sosial budaya karena sangan bermanfaat
untuk pelajar khususnya agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan
masyarakat.
e. Bagi para orang tua, mulailah belajar jadi sahabat untuk
anak-anaknya.
f. Dibuatnya sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin
dan ketertiban bagi mereka yang terlibat tawuran.
g. Perbanyak kegiatan ekstrakulikuler atau organisasi yang
terdapat di sekolah.
h. Diadakannya pengembangan bakat dan minat pelajar.
i. Diberikannya pendidikan agama sejak usia dini,
j. Boarding school (sekolah berasrama).